Kamis 30 Mar 2017 14:14 WIB

Novel Akui KPK Pernah Tawarkan Perlindungan untuk Miryam

Saksi kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP Miryam S Haryani usai memberikan keterangan saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Saksi kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP Miryam S Haryani usai memberikan keterangan saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi proyek KTP elektronik (KTP-el) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3). Novel menyatakan pernah menawarkan mekanisme perlindungan saksi bagi Miryam yang mengaku telah ditekan sejumlah anggota Komisi III DPR.

"Kami tawari di KPK ada mekanisme perlindungan, tapi yang bersangkutan tidak mau dan kami takut yang bersangkutan diancam lagi, saya berikan nomor telepon agar sewaktu-waktu merasa terancam bisa menghubungi, tapi dia tidak mau," jelas Novel, Kamis (30/3).

Sehingga dalam pemeriksaan itu menurut Novel, Miryam menerangkan bahwa ia pernah menerima uang dari Sugiharto dan berkomunikasi dengan Irman. Setelah menerima uang, saksi melaporkan ke pimpinan komisi ketua dan wakil, ketuanya pak Chaeruman yang menyuruh untuk mengambil uang juga Chaeruman dan pembagian yang bersangkutan perlu mendapat kepastian berapa uang yang perlu dibagi dan tentu beda ketua, wakil ketua, kapoksi dan anggota.

"Hal ini yang dia ingin dapat kepastian pimpinan komisi dua, dia juga pernah tanya misalnya apakah Pak Ganjar tahu? Dia bilang pasti tahu jadi pertemukan dengan Pak Ganjar, tapi yang bersangkutan mengaku takut bertemu Pak Ganjar," tegas Novel.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Miryam mendapat uang dari Sugiharto dan membagikan kepada empat orang pimpinan komisi II DPR Chaeruman, Ganjar, Teguh, Taufik Effendi masing-masing 25 ribu dolar AS, 9 kapoksi masing-masing 14 ribu dolar AS termasuk ketua kelompok fraksi (kapoksi) merangkap pimpinan komisi, 50 anggota Komisi II DPR masing-masing 8 ribu dolar AS termasuk pimpinan komisi dan Kapoksi.

Dalam sidang pada 22 Maret 2017 lalu, Miryam mengaku ditekan oleh penyidik KPK saat diperiksa ditahap penyidikan. "BAP (Berita Acara Pemeriksaan) isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata," kata Miryam.

"Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik. Satu namaya Pak Novel, Pak Damanik, satunya saya lupa. Baru duduk sudah ngomong 'ibu tahun 2010 mestinya saya sudah tangkap', kata Pak Novel begitu. Saya takut. Saya ditekan, tertekan sekali waktu saya diperiksa," ungkap Miryam pada Rabu (22/3).

Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jendera Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,314 triliun dari total anggaran Rp 5,95 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement