REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas berharap buron kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-El) Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin bisa pulang ke Indonesia secara sukarela sebelum adanya putusan persidangan. Saat ini proses ekstradisi Paulus Tannos masih dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi.
"Kami berharap begitu. Tapi, kalau tidak, ya kita tunggu putusannya," ujar Supratman dalam konferensi pers di Depok, Jawa Barat, Selasa (29/7/2025).
Kementerian Hukum, kata Supratman, telah menyerahkan semua dokumen yang diperlukan untuk proses persidangan ekstradisi Tannos sebagai kewajiban Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Menkum mengatakan, aparat penegak hukum di Indonesia, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), menyerahkan proses persidangan Tannos kepada otoritas di Singapura.
Menkum mengatakan, dalam persidangan ekstradisi Tannos, Pemerintah Indonesia diwakili Kamar Jaksa Agung atau Attorney-General's Chambers (AGC) Singapura sebagai otoritas pusat. "Jadi, bukan kami yang langsung memproses persidangan itu. Saat ini masih berproses sidang pemeriksaan saksi," tuturnya.
Sidang pendahuluan di pengadilan tingkat pertama atau committal hearing terhadap ekstradisi Tannos mulai digelar di pengadilan negeri Singapura, Senin (23/6/2025).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Setyo Budiyanto mengatakan, masih ada sidang lanjutan untuk mengekstradisi Paulus Tannos. Sidang lanjutan tersebut ditetapkan oleh hakim dalam sidang pendahuluan.
"Perkembangan Paulus Tannos itu di tanggal 25 Juni kan hakim sudah memutuskan atau menetapkan bahwa akan ada proses sidang berikutnya, ya," jelas Setyo saat ditemui di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis (26/6).
Paulus Tannos merupakan buron kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-El) yang ditangani KPK RI dan masuk daftar pencarian orang sejak 19 Oktober 2021. Pada 17 Januari 2025, Tannos ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam penanganan tindak pidana korupsi di Singapura.
Kemudian, pada 22 Februari 2025, Pemerintah Indonesia mengajukan permintaan ekstradisi Tannos kepada Singapura. Ekstradisi ini merupakan kasus pertama setelah pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian bersama pemerintah Singapura.