Senin 20 Feb 2017 15:00 WIB

Bertemu Jokowi, Pemuda Muhammadiyah Minta Ahok Dinonaktifkan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjutak usai menemui Presiden Joko widodo
Foto: Republika/Desy Susilawati
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjutak usai menemui Presiden Joko widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjutak mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menonaktifkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan gubernur DKI Jakarta. Sebab, menurut Pemuda Muhamadiyah, salah satu penyebab kebisingan politik akhir-akhir ini yakni terkait persoalan Ahok, terdakwa kasus dugaan penistaan agama.

"Terlepas dari perdebatan yang macam-macam, terkait dengan argumentasi hukumnya, PP Muhammadiyah salah satu yang sangat menganggap penting secara hukum Pak Ahok dinonaktifkan. Kami sampaikan begitu tadi kepada Pak Jokowi. Jadi untuk mengurangi kebisingan yang tidak produktif, saya meminta kepada Pak Jokowi agar segera mungkin menonaktifkan Pak Ahok," katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/2).

Menanggapi permintaan tersebut, menurut Dahnil, Presiden Jokowi menyampaikan tetap akan menggunakan landasan hukum untuk memberhentikan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta. Meskipun status Ahok kembali menjabat sebagai gubernur menimbulkan kontroversi, tapi Jokowi menegaskan akan tetap menggunakan argumentasi hukum dari institusi formal.

"Tapi tadi Pak Jokowi jawab begini, beliau menyampaikan, beliau akan bersikap dengan terang dan tegas apabila ada argumentasi hukum yang formal. Argumentasi formal itu tentu dari institusi formal. Ya tadi Pak Jokowi menyebutkan beliau akan membuat keputusan kalau kemudian ada argumentasi hukum yang formal," katanya.

 

Argumentasi hukum formal yang dimaksud ialah fatwa Mahkamah Agung (MA). Namun, jika MA menolak mengeluarkan fatwa, maka menunggu keputusan dari PTUN. Jika PTUN menyatakan untuk memberhentikan Ahok sebagai gubernur, maka Jokowi akan mengikuti keputusan PTUN itu.

"Argumentasi hukum formal itu adalah PTUN tadi atau tadi MA. Kalau MA ternyata menolak mengeluarkan fatwa maka harapannya PTUN," ujarnya.

Dahnil pun mengaku memahami posisi Presiden yang membutuhkan landasan hukum formal terkait persoalan Ahok. Menurut dia, landasan hukum formal tersebut merupakan hal penting.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement