Rabu 22 Feb 2017 17:21 WIB

Mendagri: Saya 'Bumper' Jokowi Bukan Ahok

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan penjelasan terkait tidak dinonaktifkannya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta, meski telah berstatus terdakwa kepada Komisi II DPR RI. Tjahjo menegaskan, pelantikan kembali Ahok sebagai gubernur sudah berdasarkan pertimbangan hukum.

Tjahjo menjelaskan, untuk kasus Ahok yang sudah menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama terdapat dua pasal dakwaan berbeda yang keduanya merupakan pasal alternatif. Masing-masing pasal memiliki ancaman hukuman berbeda yakni paling lama empat tahun dan lima tahun.

"Saya walaupun bukan pakar, tapi saya paham subsider atau juncto, tapi ini alternatif 4 dan 5 tahun ancamannya, kalau misal saya putuskan berhentikan sementara, kalau jaksa penuntut umum nanti (pakai) 4 tahun, habis saya," jelasnya dalam rapat dengan Komisi II DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Rabu (22/2).

Oleh karena itu, Tjahjo mengatakan dirinya perlu memastikan apakah ancaman hukuman yang dikenakan kepada Ahok memang memenuhi unsur sehingga ia perlu diberhentikan sementara yakni paling singkat lima tahun.

"Karenanya itu kami nunggu tuntutan jaksa terlebih dahulu," ujarnya.

Ia memahami, banyak pandangan berbeda maupun kritikan atas kebijakannya tersebut. Ia pun menghargai semua pandangan yang ia nilai tidak salah tersebut. Bahkan untuk menghindari multi tafsir juga ia telah meminta pandangan atau fatwa kepada MA terkait hal tersebut. Meski kemudian, MA menolak memberi pendapatnya mengingat kasus yang dimintai tanggapan tengah berproses di PTUN.

"Akhirnya Bapak Presiden memerintahkan ke saya, diskusikan ke teman-teman DPR, misalnya terdakwa titik. Karena implikasi, seorang terdakwa kan belum hukum tetap, kan terdakwa bisa bebas, kecuali kasus terkait KPK," jelasnya.

Tjahjo kembali menegaskan, kebijakan tidak dinonaktifkan Ahok juga bukan karena alasan subyektif Pemerintah membela Ahok. Ia kembali menekankan, Kemendagri pun pernah menerapkan kebijakan tidak menonaktifkan kepala daerah meski telah terdakwa.

"Saya tidak membela si Ahok. Saya harus adil, ada juga gubernur yang terdakwa dan juga masih jadi gubernur," katanya.

Kemudian, terkait pertanyaan Anggota Komisi II DPR RI Yandri Susanto mengenai legitimasi kebijakan yang diambil pemimpin daerah yang berstatus terdakwa, Tjahjo enggan berkomentar banyak.

"Nah seorang terdakwa mengambil keputusan, saya ditanya temen-temen pers apa salah DPRD DKI menolak rapat untuk ambil keputusan, saya nggak bisa komentar apa-apa dikaitkan dengan terdakwa, sah atau tidak pendapat hukumnya," ujarnya.

Selain itu, ia juga tidak mempersoalkan jika penjelasannya tersebut dinilai tidak cukup oleh Anggota DPR RI. Apalagi berkaitan, terus digulirkannya hak angket oleh sejumlah fraksi di DPR kepada Pemerintah terkait hal tersebut, yang ia nilai sebagai hak anggota DPR. Namun, menurutnya sebagai Mendagri siap bertanggungjawab penuh atas keputusannya tersebut.

"Saya juga mempertanggungjawabkan ini ke Presiden, tidak mungkin saya pembantu presiden menjerumuskan presiden. Saya mbemperi Pak Jokowi, bukan Ahok," ujarnya.

Ia pun menegaskan, persoalan tidak diberhentikan sementara Ahok tidak berkaitan dengan keputusan Presiden Jokowi.

"Pak jokowi tidak ada urusan dengan Ahok. Saya konsisten menunggu tahapan di pengadilan, kenapa selalu sasaran tembak Pak Jokowi, saya yang salah, kalau mau demo turunkan saya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement