Ahad 19 Feb 2017 09:39 WIB

Lima Ikan Arab, Humor Pepo, dan Lucuan di Putaran Dua Pemilukada

Warga yang tergabung dalam kelompok Bangga Jakarta melakukan aksi damai menggunakan topeng pasangan calon Gubernur DKI Jakarta saat menyampaikan Petisi Pilkada Damai di depan Kantor KPU DKI Jakarta,Jakarta Pusat, Kamis (13/10).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Warga yang tergabung dalam kelompok Bangga Jakarta melakukan aksi damai menggunakan topeng pasangan calon Gubernur DKI Jakarta saat menyampaikan Petisi Pilkada Damai di depan Kantor KPU DKI Jakarta,Jakarta Pusat, Kamis (13/10).

Oleh: Abdullah Sammy*

Engkong Sanwani yang umurnya udah 80 tahun sakit keras di rumah sakit. Pas ditengokin sama anak bontotnya, si Mamat, napas engkong udah tinggal satu-dua.

Mamat lekas manggil Uztaz Naim buat lempengin jalan babenya. "Be, sabar ya be," kata si Mamat sambil mendekat ke arah engkong Sanwani yang semakin megap-megap.

Mendadak, si engkong kasih isyarat minta diambilkan bolpen. Si uztaz buru-buru rogoh bolpen plus robekan amplop di kantong celana.

"Nih Mat, kasih babe lo bolpen sama kertas kecil," kata si Uztaz Naim ke Mamat.

Mamat pun segera gerak cepat. Dalam hatinya, Mamat mikir soal warisan. Kebayang tanah waris di Rawa Belong di kepala Mamat. "Alhamdulillah, ada rezeki di tengah musibah," pikir Mamat dalam hati.

Si engkong buru-buru nulis dengan tangan yang bergetar. Abis selesai engkong nulis, uztaz minta Mamat untuk bacain itu surat.

"Mat, ente kagak bacain tuh surat dari babe?" tanya Uztaz.

"Kagak enak taz, nanti aja. Suasananya gak enak," kata Mamat sambil ngantongin surat yang ditulis engkong.

Gak lama dari situ lewat juga si engkong. Inalillahi wa innailaihi rojiun.

Akhirnya, jenazah engkong dibawa uztaz dan si Mamat pulang ke Rawa Belong untuk persiapan nguburin.

Sampe rumah, Mamat langsung ngumpulin adek dan mamangnya. Maksudnya mau bacain surat wasiat si engkong.

Pelan-pelan, dibuka deh itu surat. Bukannya ngebaca, Mamat malah pingsan. Dia semaput sampe jungkir balik.

"Buset, berat bener pasti isi wasiatnya," pikir Uztaz Naim.

Dengan langkah mantab, si uztaz akhirnya ngambil itu kertas sambil bacain pesan terakhir dari Engkong Sanwani. Ternyata pesannya bunyinya begini, "Mat minggir, selang oksigen babe elu injek!"

Kisah di atas hanya sekadar rekaan komedi populer di kalangan masyarakat Betawi. Banyak yang menyebutnya lawakan asal goblek. Asal goblek adalah ucapan celpas ceplos yang umumnya memiliki sisi humor yang tinggi.

Ya, memang Betawi adalah salah satu sutu suku yang memiliki budaya dan khazanah humor yang kaya.

Kalau disuruh memilih siapa pelawak terbaik sepanjang masa, rasanya dalam 10 besar klasemen yang saya susun, nama seniman asal Betawi akan mendominasi.

Mulai Benyamin Sueb, Haji Bolot, dan Oppie Kumis menjadi salah satu contohnya. Jangankan pelawak, politikus atau pengamat asal Betawi saja punya sisi humor tinggi. Sebut saja Haji Lulung dan 'Babe' Ridwan Saidi.

Jadi tak heran, jika pentas Pemilukada DKI juga disikapi dengan banyak ragam humor. Entah yang disengaja ataupun tak disengaja. Entah humor itu disebabkan si calon atau ulah pendukungnya.

Yang jelas, menarik juga kita membedah aspek humor dalam Pemilukada DKI kali ini. Selain jadi hiburan tersendiri, humor nyatanya bisa meredakan tensi yang hingga kini tak juga turun.

Sejarah pun mencatat humor punya peran dalam politik. Bahkan peran humor bisa sampai menghancurkan sebuah bangsa.

Sebagai contoh adalah peran humor di masa Perang Dunia II. Kita tentu mengenal karakter tokoh pantomim legendaris, Charlie Chaplin.

Pada 1940, pria bernama lengkap Sir Charles Spencer Chaplin itu memproduksi, menulis, sekaligus membintangi film berjudul The Great Dictator. Ini adalah film komedi satire untuk mengkritisi sosok pemimpin Nazi Jerman Adolf Hitler.

Film itu tersebar luas sepanjang Perang Dunia II ke kalangan prajurit di garis depan. Ini demi meningkatkan moral prajurit sekaligus menghabisi karakter Hitler yang saat itu tampak begitu superior.

Lima tahun setelah itu, pasukan di garis depan sekutu bisa menembus wilayah Jerman hingga membuat Hitler dan Nazi luluh lantak.

Contoh lain adalah bagaimana cara Amerika memenangkan Perang Dingin melawan Soviet. Salah satu senjata ampuh Amerika justru bukan senjata, melainkan serial humor kartun The Simpson.

The Simpson garapan Matt Groening jadi salah satu tonggak penghancur moral Soviet. Sejak pertama kali diputar pada 1989 hingga awal 1990-an, the Simpson kerap menampilkan lelucon tentang Soviet.

Hal yang akhirnya membuat muda-mudi Soviet merasa malu akan negaranya sendiri. Serial itu pun lagi disebarkan Amerika ke wilayah Soviet, terutama ke wilayah perbatasan, yang masih bisa mengangkap sinyal antena dari negara lain. Nasionalisme mereka perlahan luntur.

Pada akhirnya serial humor itu sukses dengan propaganda politiknya. Muncul kemudian gerakan dari 12 Republik di Uni Soviet untuk memisahkan diri. Puncaknya Soviet bubar pada Desember 1991, atau dua tahun setelah serial The Simpson diputar perdana.

Apa yang terjadi di Jerman dan Soviet menggambarkan betapa kuatnya pengaruh humor dalam pertarungan dan perang politik dunia. Hal ini juga berlaku dalam pertarungan politik di Indonesia, khususnya Pemilukada DKI yang hingga ini 'perangnya' masih membara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement