Ahad 19 Feb 2017 09:39 WIB

Lima Ikan Arab, Humor Pepo, dan Lucuan di Putaran Dua Pemilukada

Warga yang tergabung dalam kelompok Bangga Jakarta melakukan aksi damai menggunakan topeng pasangan calon Gubernur DKI Jakarta saat menyampaikan Petisi Pilkada Damai di depan Kantor KPU DKI Jakarta,Jakarta Pusat, Kamis (13/10).
Foto:
Warga Kampung Aquarium menuntun sepedanya usai mengikuti Pilkada DKI Jakarta di TPS 16, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (15/2).

Dalam kontestasi Pemilukada DKI, sisi humor memang menjadi senjata. Ini utamanya jika kita berkaca pada pertarungan di ranah sosial media.

Sayangnya, lebih banyak humor yang sarkas ketimbang berkualitas. Ini utamanya menyasar pada karakter kandidat yang kerap dihabisi atau di-bully dengan strategi menyebar lelucon serta meme di dunia maya.

Karen Scubert lewat artikelnya di USA Today berjudul, “Bazar goes Bizarre”, mengartikan meme adalah kegiatan, konsep, atau slogan untuk memengaruhi satu orang ke orang lain. Biasanya dilakukan dengan mengunggah editan narasi foto atau video.

Strategi melepas lelucon meme aktif dilancarkan para pendukung Ahok pada lawan politiknya. Jika ditilik dari intensitas, kubu Agus Yudhoyono (AHY)-Sylviana Murni yang kerap jadi sasaran. Ini utamanya sebagai respons setelah SBY terlibat aktif dalam kampanye Agus.

Jadilah SBY selalu jadi sasaran bully dengan cara menjadikannya bahan meme. Meme disebar untuk mendeligitimasi setiap pernyataan SBY di sosial media. Mulai dari tema 'lebaran kuda, saya bertanya ke bapak presiden dan kapolri, Antasari, hingga terkait pribadi.

Agus pun tak ketinggalan di-bully dengan lelucon seputar pribadi. Tujuan serangan lelucon itu lebih pada penghabisan karakter. Ini juga untuk menutupi isu yang disampaikan SBY dan Agus, utamanya soal tekanan penguasa sepanjang pemilukada.

Pihak SBY dan Agus memang kerap melontarkan pandangannya yang kerap 'diganggu' penguasa. Ini tak terlepas dari laporan hukum yang mendadak menyerang Sylviana Murni.

Eskalasinya makin meningkat dengan munculnya demo di kediaman pribadi SBY yang disebut ada kekuatan besar yang menggerakkannya. Ditambah pula manuver Antasari 24 jam sebelum pencoblosan yang menuding SBY sebagai dalang kriminalisasi kasus pembunuhan.

Semua protes dan reaksi balik kubu Agus atas serangan kepadanya itu, malah di-counter dengan strategi melempar lelucon dan meme. Jadilah humor strategi ampuh untuk menghabisi karakter dan mengaburkan substansi serangan balik SBY dan Agus kepada penguasa.

Sayangnya, kubu Agus memang tak membalas lelucon atau meme itu secara sistematis. Perlawanan balasan memang ada, tapi lebih secara sporadis.

Justru strategi yang lebih efektif dilakukan kubu Anies Baswedan untuk menghadapi bully dan serangan meme lelucon sarkas dari kubu pro Ahok. Secara sistematis, Anies mambalas lelucon dengan humor cerdas. Caranya degan mengunggah video respons jenaka Anies saat mengomentari bully-an terhadapnya di Twitter.

Anies dan Sandi juga menggunakan strategi jenaka sebagai bagian untuk memperkuat branding dan program kerjanya. Ini contohnya program Oke Oce. Dengan tarian jenaka, lagu, dan gaya tangan khas yang cukup lucu serta segar, Sandiaga Uno mampu membuat masyarakat tersedot perhatiannya. Sehingga branding Oke Oce benar-benar melekat kuat di kalangan pemilih.

Strategi jenaka juga dilakukan Anies-Sandi dengan menggandeng artis seperti Raffi Ahmad. Sebuah acara dialog ringan yang disisipi humor jadi jualan kampanye pasangan ini pada hari-hari terakhir menjelang pencoblosan.

Masih ada pula aksi Anies-Sandi yang memarodikan video "Om Telolet Om". Segala strategi ini menyedot atensi publik. Sehingga akhirnya, kesan segar dan jenaka lebih dimiliki pasangan Anies-Sandi ketimbang yang lain.

Humor cerdas inilah yang akhirnya membuat strategi bully dengan lelucon sarkas tidak terlalu mempan pada Anies-Sandi. Strategi lelucon sarkas malah ampuh menimpa Agus-Sylvi yang terkesan lebih formal dan kaku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement