REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Kemanan, Wiranto bersilaturahmi dengan jajaran tokoh agama dari Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI. Pertemuan tersebut juga membahas mengenai rencana aksi 11 Februari.
Wiranto menepis bahwa aksi tersebut akan membuat gaduh dan menakutkan. "Aksi tanggal 11 Februari yang isunya menakutkan masyarakat kita tepis bersama. Pada tanggal 11 masyarakat dapat menjalani hari dengan kondisi yang aman, tertib."
Wiranto mengatakan, pemerintah mempersilakan jika ada aksi. Namun, dia menegaskan bahwa tidak akan mentolerir aksi-aksi yang melanggar hukum. "Silahkan saja kalau ada aktifitas, tapi jangan sampai ada pelanggaran hukum. Ikuti aturan yang ada. Kami tidak akan mentolerir aksi-aksi yang melanggar hukum," kata Menko Polhukam Wiranto.
Imam Besar FPI, Habib Rizieq Syihab mengatakan, FPI bersama tokoh Islam lainnya akan tetap melaksanakan aksi pada tanggal 11 Februari, mendatang. Karena dikhawatirkan akan ada gerakan-gerakan yang menjadi provokasi tidak sehat menjelang Pilkada, aksi akan dipindah.
"Para ulama, tokoh ulama yang ikuti aksi itu akhirnya bersepakat untuk memindahkan lokasi aksi yang semula dari monas ke HI menjadi dzikir dan tausiyah nasional yang dilaksanakan di masjid Istiqlal," katanya.
Dikatakan, pemindahan aksi ini untuk menghindari hal-hal yang negatif. Apalagi, pada saat itu akan ada kampanye dari dua pasangan calon. "Kami tidak ingin terjebak dalam kampanye ini. Jadi kami putuskan untuk digelar di Masjid Istiqlal dan kami komitmen untuk tidak melanggar aturan dan undang-undang manapun," kata Habib Rizieq.
Sementara itu, Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir mengatakan, tidak akan ada aksi long march pada tanggal 11 Februari. "Jika ada, maka itu di luar agenda GNPF dan kita menyerahkan itu pada aparat," katanya.