REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hariadi menilai debat kedua cagub-cawagub DKI Jakarta yang digelar pada Jumat (27/1) malam kemarin tak memberikan pengaruh signifikan terhadap pergeseran suara. Bahkan menurutnya, pergeseran suara yang terjadi setelah debat kedua antarkandidat pilkada DKI Jakarta ini maksimal hanya tiga persen peralihan suara.
"Debat itu sebenarnya pengaruhnya tidak signifikan terhadap pergeseran suara. Paling banter tiga persen peralihan suara, sebenarnya tidak signifikan untuk mempengaruhi atau mengubah suara," kata Hariadi saat dihubungi, Ahad (29/1).
Ia menyebut, dari debat kedua antarkandidat pilkada DKI kemarin justru dapat memperkuat aspirasi para pendukung yang sudah ada sebelumnya. Hariadi menilai, debat pilkada DKI yang kedua inipun tak berpengaruh signifikan terhadap tingkat elektabilitas pasangan calon. Debat ini dinilai justru hanya sebagai tontonan bagi masyarakat.
Lebih lanjut, Hariadi mengatakan debat pilkada DKI ini bisa saja berdampak bagi pemilih yang belum menentukan pilihannya atau undecided voters. Kendati demikian, suara yang berasal dari para pemilih tersebut tak hanya ditentukan dari hasil debat.
"Untuk sebagian kecil iya, sebagian lain enggak. Yang belum menentukan pilihan sebenarnya tidak ditentukan semata oleh debat, sangat kecil," ujarnya.
Hariadi menilai, masyarakat tidak dapat mengetahui perbedaan masing-masing kandidat dalam mengatasi masalah yang dihadapi Jakarta. Sebab, pertanyaan yang diajukan dalam debat kedua ini hanya sesuai dengan visi misi pasangan calon.
"Yang (debat) pertama, satu pertanyaan diajukan untuk semua paslon sehingga orang tahu perbedaannya. Kalau (debat) kedua tidak, masing-masing paslon cuma ditanyai sesuai visi misi masing-masing. Sehingga kita tidak tahu perbedaan cara mendalami satu masalah antara paslon satu dengan yang lain," jelasnya.