Kamis 15 Dec 2016 04:57 WIB

Drama Pengadilan Ahok, Al Maidah 51, dan Gubenur Baru DKI Jakarta

Relawan Basuki-Djarot menyaksikan proses persidangan perdana Gubernur DKI Jakarta Non-Aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melaui layar televisi di Rumah Lembang, Jakarta, Selasa (13/12).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Relawan Basuki-Djarot menyaksikan proses persidangan perdana Gubernur DKI Jakarta Non-Aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melaui layar televisi di Rumah Lembang, Jakarta, Selasa (13/12).

Drama Pengadilan Ahok, Al Maidah 51, dan Gubenur Baru DKI Jakarta

Oleh: DR Denny JA, Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI)

===========

Ini berita yang buruk untuk Ahok dan teamnya. Opini pemilih Jakarta di bulan Desember 2016 seperti yang direkam melalui survei LSI menyatakan:  sekitar 60,3 persen publik Jakarta ingin gubernur baru.

Jika sentimen ingin gubernur baru ini tak kunjung turun, Ahok potensial kalah dalam pilkada Jakarta, jika tidak di putaran pertama, atau di putaran kedua. Untuk menang Ahok butuh dukungan mayoritas pemilih Jakarta. Namun mayoritas pemilih Jakarta menjawab: Kami ingin gubernur baru

 

Demikianlah salah satu temuan survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI DENNY JA). Survei dilakukan pada tanggal 1-6 Desember 2016 di Jakarta.

Survei dilakukan secara tatap muka terhadap 440 responden. Responden dipilih dengan menggunakan metode multistage random sampling. Margin of Error survei ini plus minus 4.8%.

Survei ini dibiayai dengan dana sendiri, dan dilengkapi pula dengan kualitatif riset (FDG/focus group discussion, media analisis, dan indepth interview).

Dalam situasi ini, sudah lima kali LSI melakukan survei pilkada DKI, sejak bulan Maret, Juli, Oktober, November dan Desember 2016. Dalam setiap survei itu, selalu diselipkan pertanyaan yang sama: ibu dan bapak jika pilkada hari ini, apakah ingin gubernur baru atau tetap ingin gubernur lama, atau tak tahu?

Sentimen ingin gubernur baru, meningkat dari waktu ke waktu. Pada November 2016, mereka yang ingin gubernur baru sebesar 52.6 %. Pada Oktober 2016, mereka yang ingin DKI Jakarta punya gubernur baru sebesar 48.6 %. Di bulan Juli dan Maret yang inginkan gubernur baru masih minoritas. Yaitu sebesar 31.5 % (Juli 2016) dan 24.7 % (Maret 2016).

Kini sentimen ingin gubernur baru di bulan Desember 2016 angkanya meningkat menjadi  61.3%, berselisih sekitar 36, 6% dibanding bulan Maret 2016.

Mengapa sentimen ingin gubernur baru meningkat? LSI menemukan  3 alasan.

Rapor merah atas 4 kondisi kehidupan masyarakat DKI Jakarta punya pengaruh. Persepsi publik terhadap empat aspek kehidupan sehari-hari yaitu aspek politik, ekonomi, keamanan, dan penegakan hukum cenderung negatif.  Keempat aspek ini dinilai sangat baik/baik hanya dibawah 50 persen.

Aspek politik dinilai sangat baik/baik hanya sebesar 45.30 persen, aspek ekonomi 45.70 persen, aspek keamanan 46.40 persen, dan aspek penegakan hukum 45.0 persen. Buruknya persepsi publik berbagai aspek kehidupan ini menjadi lahan perlunya perubahan.

Mayoritas publik juga tak nyaman dengan pro kontra kasus Ahok sejak mencuatnya kasus Al-Maidah. Terlepas dari sikap mereka yang pro atau anti Ahok, sebesar 68.5 persen publik menyatakan  kehidupan mereka terganggu/tak nyaman dengan berbagai pro kontra yang diwujudkan dalam bentuk aksi dukung/tolak mantan Gubernur Basuki Tjahaya Purnama. Mereka ingin perubahan.

Di samping itu, mayoritas  publik (65 persen) tak bersedia dipimpin oleh gubernur dengan status tersangka. Ahok saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Naiknya status tersangka menjadi pihak yang bersalah memang tergantung proses peradilan.

Namun sudah menjadi memori publik bahwa Ahok saat ini bermasalah dengan isi sensitif penistaan agama. Status Ahok sebagai tersangka menjadi hambatan psikologis publik untuk memilihnya kembali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement