REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Faperta-IPB), Dr. Suryo Wiyono, menyesalkan adanya temuan penyakit tanaman cabai dari Cina. Ia menyatakan temuan semacam itu melalui benih impor sesungguhnya telah terjadi sejak beberapa tahun terakhir.
''Ini menunjukkan fakta bahwa Indonesia rentan terhadap masuknya penyakit baru lewat impor benih. Ke depan, tantangan ini semakin berat seiring dengan terus belangsungnya impor benih, baik melalui program pemerintah maupun perdagangan umum,'' kata Suryo dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Selasa (13/12), di Jakarta.
Suryo menegaskan masuknya penyakit lewat benih ini sangat merugikan para petani Indonesia. Dampak yan ditimbulkan tidak hanya menurunkan produksi tanaman namun merugikan petani karena bisa meningkatkan biaya produksi serta menurunkan pendapatan petani. Ia mengatakan sekali hama atau penyakit itu masuk ke sebuah negara maka akan sangat sulit menghilangkannya.
''Kita perlu belajar dari kasus bawang merah. Tahun 1997 terjadi impor bawang merah konsumsi yang kemudian disalahgunakan menjadi benih. Bawang tersebut ternyata mengandung penyakit Fusarium oxyporum fsp. Penyakit ini pada waktu itu masuk golongan A1. Sampai saat ini, penyakit tersebut terus menyerang dan menjadi musuh utama petani bawang,'' ujarnya.
Maraknya penyakit baru yang masuk lewat benih, kata dia, seharusnya menyadarkan para pengambil kebijakan untuk segera mewujudkan kedaulatan petani atas benih. Dengan mengutamakan benih dari petani, lanjut dia, tentunya para petani di negeri ini bisa terhindar dari resiko ledakan hama penyakit. ''Selain itu, dengan berdaulat benih maka kita mendorong tumbuhnya ekonomi di tingkat petani,'' kata akademisi yang juga aktif di Gerakan Petani Nusantara (GPN) ini.
Sementara itu Dr Widodo, kepala Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman IPB, mengatakan sebenarnya keberadaan penyakit baru tak hanya dari temuan benih cabai dari Cina. Menurut catatan Klinik Tanaman IPB, kata dia, sejak 1994 sampai dengan saat ini telah teridentifikiasi sekurangnya 12 jenis organisme pengganggu tanaman baru atau dikenal sebagai organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK). Organisme penganggu tanaman itu masuk ke dalam golongan A1, yaitu OPT yang belum terdapat di dalam negeri.
''Munculnya penyakit penyakit baru yang ditemukan tim klinik tanaman selama ini karena terbawa oleh benih. Benih-benih ini merupakan benih impor,'' ujarnya.
Menurut Widodo, benih yang membawa bibit penyakit ketika ditanam akan menular ke tanaman yang lain melalui aliran air, percikan air, angin, serangga, serangga, vektor, alat-alat pertanian maupun perdagangan produk tersebut. ''Ini sangat berbahaya karena seringkali ketika muncul penyakit baru kita tidak memiliki strategi penanganan yang tepat dan cepat,'' kata dia.