REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Karantina Kementerian Pertanian dan pihak imigrasi berkoordinasi dalam penyelidikan asal benih cabai berbakteri yang ditanam warga negara Cina 8 November lalu di Bogor. Saat ini diakui Kepala Badan Karantina Banun Harpini, penyelidikan masih dalam tahap pengumpulan bahan-bahan dan keterangan.
Penyelidikan menyeluruh dilakukan untuk menelusuri asal dan mekanisme masuknya bibit berbahaya tersebut. Jika nantinya terbukti mereka yang membawa benih berbahaya tersebut, hukuman secara berlapis akan diberikan sebagai upaya penegakan hukum.
"Kena pelanggaran terhadap undang-undang keimigrasian dan undang-undang karantina," ujarnya, Jumat (16/12).
Penanaman bibit cabai yang mengandung bakteri Erwinia chrysanthemi oleh empat WN Cina diketahui pihak imigrasi saat melakukan operasi. Dalam temuan tersebut, ditemukan 5.000 tanaman cabai yang telah ditanam di lahan seluas 4.000 hektare, 2 kilogram bibit cabai yang belum ditanam dan bibit sawi.
"Di sana juga ada alsintan yang belum kita tahu dari mana," katanya.
Sejak saat itu, pihaknya segera melakukan pengujian tanaman cabai lainnya ke laboratorium. Namun diakuinya, sampai sekarang tidak ada laporan terjadinya penyebaran penyakit. "Itu artinya, itu masih tetap terjaga. Tanaman cabai untuk di wilayah-wilayah sentra itu masih bisa kita lindungi dengan aman," ujarnya.