Ahad 11 Dec 2016 16:43 WIB

Detik-Detik Menegangkan Remaja Masjid Pidie Jaya Saat Gempa

 Bangunan Masjid yang ambruk akibat gempa di Pidie Jaya, NAD, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bangunan Masjid yang ambruk akibat gempa di Pidie Jaya, NAD, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, PIDIE JAYA -- Banyak pengalaman menegangkan yang terlontar dari warga Kabupaten Pidie Jaya, Aceh yang menjadi korban gempa tektonik berkekuatan 6,5 Skala Richter (SR) pada Rabu (7/12) pagi.

Kisah-kisah itu tidak akan habis-habisnya jika diceritakan kembali dan menjadi pengalaman kelam seumur hidup bagi korbannya. Seperti kisah dua aktivis remaja Masjid Baitul Muttaqin di Gampong Kayee Jatoe, Bandar Baru yang nyaris nyawanya melayang tertimpa bangunan rumah ibadah tersebut.

Kedua orang itu Safrial (23) dan Mustajabah (28), hampir setiap hari tidur di masjid yang menjadi kebanggaan bagi Gampong Kayoe Jatoe yang berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat ibu kota Kabupaten, Meureudu.

"Seperti biasanya saya bersama teman saya, Mustajabah tidur di masjid pada Selasa (6/12) malam," katanya saat menunjukkan posisi dirinya saat tertimpa bangunan masjid itu.

Saya berdua tidur di pojokan masjid, itu lapak saya tidur di masjid, katanya. Tidak ada firasat sama sekali akan tertimpa musibah tersebut. "Seusai mengaji pada tengah malam, kami pun beristirahat," katanya.

Tidur malam itu benar-benar lelap karena pada siang harinya, mereka ke sawah. Sama sekali tidak ada firasat apapun, katanya. Di tengah lelapnya tidur, Safrial terbangun saat merasakan goyangan gempa yang teramat kencang dan gerakannya naik turun, berbeda halnya dengan peristiwa gempa tektonik pada 2004 yang berujung tsunami, di mana gerakan gempa yang terasa oleh warga, secara mendatar.

"Karena guncangan gempa yang mengocok-ngocok itulah, saya bangun dan mencoba memberitahukan Mustajabah yang pikiran saya semula masih ada di samping," paparnya.

Namun setelah diraba-raba dalam kegelapan. Saat itu listrik pun pada. Safrial pun mencoba memanggil nama rekannya itu, "Mus.. Mus, di mana?" tanyanya dalam kegelapan ruangan masjid itu.

Dirinya baru menyadari jika rekannya sudah terjaga sebelumnya dan Safrial menyuruh rekannya untuk segera ke luar meninggalkan masjid. "Cepat ke luar," kata Safrial mengutip omongan rekannya Mustajab.

"Kau saja yang ke luar dari masjid, biarlah saya tetap di masjid ini. Ini gempa," timpal pemuda berusia 23 tahun itu.

Ia berpikiran pada saat gempa tektonik seperti itu maka masjidlah menjadi tempat yang paling aman. "Pikiran saya itu, kalau saya pergi ke luar dari masjid, maka bahayanya lebih besar," katanya.

Tak dinyana dalam hitungan detik seusai guncangan gempa itu dan Mustajab yang hendak ke luar masjid. Dirinya mendengar derakan keras dari atap masjid. "Derakan itu cukup kencang," sambungnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement