REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan persediaan air bersih dan tenda keluarga menjadi kebutuhan mendesak untuk para pengungsi yang terdampak atas bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.
"Pascagempa kemarin banyak sumur yang kering airnya, air jadi dangkal dan hitam sehingga tidak layak konsumsi sehingga saat ini air bersih masih menjadi kebutuhan mendesak," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers di Graha BNPB Jakarta, Sabtu (10/12).
BNPB merilis jumlah pengungsi hingga Sabtu pukul 10.00 WIB yang mencapai 45.239 orang, antara lain 43.613 orang berada di Kabupaten Pidie Jaya dan 1.716 lainnya di Kabupaten Bireun.
Sutopo mengatakan sejumlah pos pengungsian masih kekurangan air bersih karena selain air yang tidak layak konsumsi, tenaga listrik untuk menghidupi pompa sumur juga belum 100 persen menyala. Saat ini, upaya yang dilakukan dengan memobilisasi melalui tangki air, membangun hidran umum dan mengupayakan pasokan listrik untuk memompa air tanah.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah memberikan bantuan empat tangki air sebanyak 6.000 liter, membangun 70 hidran umum, 80 MCK bergerak, dan bantuan lainnya yang sedang dalam perjalanan seperti lima unit mobil tangki air berkapasitas masing-masing 4.000 liter, 70 unit hidran umum 2.000 liter, 30 unit hidran umum 1.000 liter dan 80 unit MCK.
BNPB mengimbau para relawan untuk memberikan peralatan higienis pada kebutuhan bayi mengingat pasokan air yang terbatas di pos pengungsian.
"Bayi jadi diare karena diberikan susu dalam kondisi gelas atau botolnya tidak higienis akhirnya menjadi penyakit. Khusus bayi hendaknya bukan sekadar susu tapi juga disertai peralatan higienis," kata Sutopo.
Selain air bersih, BNPB juga berupaya menyerahkan bantuan tenda pengungsi dan tenda keluarga karena masyarakat umumnya tidak ingin berlama-lama di posko dan merasa lebih nyaman di halaman rumah. Dengan kondisi rumah yang tidak layak ditempati, masyarakat pun membutuhkan tenda untuk dipasang di halaman rumah.
"Di gedung mereka masih trauma akan ada gempa susulan, mereka inginnya pulang dan mendirikan tenda di halaman rumah untuk mengawasi harta miliknya. Meskipun rumahnya roboh, mereka merasa nyaman tinggal di halaman rumah," ungkap Sutopo.
Sejak gempa berkekuatan 6,4 skala Richter (SR) mengguncang Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, Rabu (7/12) pukul 05.03 WIB, gempa susulan hingga Sabtu sudah terjadi 66 kali.