Rabu 09 Nov 2016 16:06 WIB

Kasus Pencurian Kayu di Hutan Indramayu Masih Tinggi

Rep: Lilis Handayani/ Red: Winda Destiana Putri
Kayu curian (ilustrasi)
Kayu curian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Kasus pencurian kayu pohon (ilegall logging) di kawasan hutan milik Perhutani di Kabupaten Indramayu pada tahun ini masih tinggi. Faktor sosial menjadi salah satu pemicunya.

Kaur Hukum dan Agraria Perum Perhutani Indramayu, Adang Mulyana menyebutkan, sepanjang Januari – Agustus 2016, kasus pencurian kayu pohon di kawasan hutan Indramayu mencapai 88 pohon. Jumlah itu menurun dibandingkan kasus serupa pada periode waktu yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 236 pohon.

 

Dari kasus pencurian itu, nilai kerugian yang dialami Perum Perhutani Indramayu sepanjang Januari – Agustus 2016 mencapai Rp 56 juta. Sedangkan nilai kerugian akibat kasus serupa pada periode waktu yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 96 juta. "Meski jumlah kasus dan nilai kerugian turun pada tahun ini, tapi ini tergolong masih tinggi," ujar Adang, Rabu (9/11).

Adang menjelaskan, tingginya kasus pencurian kayu pohon di kawasan hutan itu disebabkan terbukanya kawasan tanpa ada pemagaran. Akibatnya, para pelaku dengan leluasa dapat masuk ke dalam kawasan hutan untuk melakukan pencurian kayu pohon.

Adang mengatakan, untuk mengatasi maraknya pencurian kayu pohon tersebut, pihaknya melaksanakan patroli rutin, baik secara represif maupun pêrsuasif. Selain itu, dilakukan pula operasi gabungan antar RPH, KPH dan LPH yang saling berbatasan. "Penambahan personil belum ada. Masing-masing KPH ada satu regu pengaman yang terdiri dari 12 orang," terang Adang.

Adang menambahkan, pihaknya pun telah melaporkan kasus-kasus tersebut ke aparat kepolisian. Dari sepuluh berkas kasus yang dilaporkan pada tahun ini, sudah diputus tujuh kasus di Pengadilan Negeri Indramayu.

Para pelaku kasus pencurian kayu pohon itu divonis dengan masa hukuman yang berbeda-beda. Diantaranya, ada yang dijatuhi masa hukuman selama satu tahun tiga bulan. "Meski (vonis itu) masih agak jauh dari UU Kehutanan, tapi itu ranahnya pengadilan. Kami menghormati dan menerima. Intinya, bukan puas atau tidak puas. Tapi yang penting bisa memberi efek jera kepada pelaku," tegas Adang.

Kepala Komunikasi Perusahaan Perhutani KPH Indramayu, Sabar menambahkan, penyebab terjadinya kasus pencurian di kawasan hutan lebih dominan akibat faktor sosial dibanding faktor ekonomi. "Apalagi menjelang hari raya atau acara hajatan, intensitas pencurian (kayu) meningkat. Sekedar untuk nyawer biduan dan mabuk-mabukkan. Jadi (hasil pencurian kayu) bukan digunakan untuk keluarga," tandas Sabar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement