Selasa 08 Nov 2016 07:47 WIB

Komnas HAM Lakukan Kajian Bentrok dalam Aksi Damai

Berjalan dari arah Tugu Tani menuju Jl Medan Merdeka Barat pada Jumat (4/11) siang, massa Aksi Bela Islam II membawa poster berisikan tuntutan penuntasan proses hukum dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Foto: Republika/Reiny Dwinanda
Berjalan dari arah Tugu Tani menuju Jl Medan Merdeka Barat pada Jumat (4/11) siang, massa Aksi Bela Islam II membawa poster berisikan tuntutan penuntasan proses hukum dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat mengatakan pihaknya akan melakukan kajian terhadap bentrokan yang terjadi pada aksi damai 4 November. Komnas HAM mengaku telah menerima sejumlah laporan.

"Namun, masih ada dokumen maupun keterangan saksi yang kami butuhkan," ujar Imdadun usai menerima pengaduan dari Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Fokal IMM) di Jakarta, Senin (7/11).

Imdadun juga meminta bukti-bukti pendukung seperti hasil visum dokter dan keterangan saksi yang menyaksikan kronologis meninggalnya korban pada aksi demo itu. Begitu juga soal dugaan tentang gas air mata yang masuk dalam daftar larangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) namun masih digunakan untuk membubarkan massa. Komnas HAM akan meminta pendapat ahli untuk mengetahui jenis-jenis gas air mata yang digunakan pada demo yang diikuti ratusan ribu orang itu.

"Perlu diketahui, kami juga melakukan pemantauan pada aksi demo. Kami menurunkan tim pada aksi tersebut. Kami akan mencocokannya dengan laporan tersebut," kata dia.

Fokal IMM melaporkan sejumlah dugaan kasus pelanggaran HAM pada penanganan aksi demo 4 November. "Dalam demonstrasi yang dilakukan pada 4 November tersebut, kami melihat ada pelanggaran HAM khususnya dilakukan pihak pengamanan," ujar Sekjen Fokal IMM, M Azrul Tanjung.

Azrul menjelaskan pada penanganan demonstrasi tersebut, ada beberapa hal yang dinilai sangat berlebihan seperti tembakan gas air mata yang tak sesuai prosedur yang sudah ditetapkan. Misalnya Wakil Presiden dan Kapolri sudah meminta untuk menembakkan gas air mata, tapi kenyataannya oknum aparat justru menembakkan gas air mata.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement