Rabu 02 Nov 2016 10:12 WIB

Kopel Khawatir Penanganan Sekolah Rusak di Bogor Lamban

Rep: Santi Sopia/ Red: Andi Nur Aminah
Atap sekolah SD Leuwi Baru 1 Kabupaten Bogor yang sudah roboh
Foto: Santi Sopia/Republika
Atap sekolah SD Leuwi Baru 1 Kabupaten Bogor yang sudah roboh

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Memasuki bulan November, Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menyayangkan belum adanya aktivitas pembahasan RAPBD  2017 di DPRD Kabupaten Bogor. Pembahasan dinilai kemungkinan akan molor sebab berdasarkan kalender anggaran harusnya dijadwalkan bulan Oktober kemarin.

Hingga saat ini, DPRD belum menggelar Paripurna, di mana Bupati secara resmi menyerahkan draf Rancangan APBD tersebut. Syamsuddin Alimsyah, Direktur Kopel Indonesia menyayangkan keterlambatan tersebut. Menurut dia, seharusnya Bupati  Bogor, bisa konsisten dan mentaati kalender anggaran daerah yang sudah disepakati.  

"Yang pasti, keterlambatan ini akan berakibat merugikan masyarakat, di mana kesempatan DPRD untuk membahas sangat terbatas oleh waktu dan kesempatan masyarakat untuk terlibat mengkritisi APBD juga terbatas," katanya.

Dengan keterbatasan tersebut, Kopel memprediksi DPRD tidak akan maksimal dalam bekerja melakukan pembahasan. Sementara berbagai persoalan di masyarakat sudah mendesak untuk diselesaikan melalui program/kegiatan APBD 2017. Contoh konkrit paling mendesak menurut KOPEL adalah penanganan sekolah rusak yang sangat banyak jumlahnya di kabupaten ini, mencapai sekitar 3.168 unit ruang kelas berstatus rusak berat.

Bila keadaan ini terus berlangsung, akan menyebabkan sekitar 101.376 siswa SD dan SMP belajar dalam kondisi ketakutan. Karena alokasi anggaran untuk perbaikan ruang kelas mereka belum jelas apa akan tertangani atau tidak di APBD mendatang.

Angka mengenai jumlah ruang kelas rusak tersebut, berdasarkan Data Disdik tahun 2016. Penelusuran KOPEL, ditemukan beberapa sekolah yang sama sekali tidak tersentuh pemerintah, meski kondisinya sudah rusak berat. Namun di tempat lain, juga  ditemukan ada sekolah yang secara kasatmata kondisinya belum terlalu parah tapi sudah mendapat alokasi anggaran perbaikan.

"Fakta ini perlu menjadi perhatian dinas terkait dan DPRD untuk memastikan alokasi penanganan sekolah rusak 2017, bisa tepat sasaran," kata Syamsuddin.

Lebih jauh, Syamsuddin berharap Pemda dan DPRD bisa memiliki pemahaman dan komitmen yang sama untuk menuntaskan penanganan sekolah rusak. Sebagai gambaran, pada 2016 ini, untuk perbaikan ruang kelas hanya dialokasikan sebesar  Rp 140,7 miliar lebih atau 7,25 persen dari total belanja pendidikan. Atau hanya sekitar 2,01 persen dari total belanja keseluruhan Rp 7,01 triliun. "Untuk penanganan yang komprehensif kami berharap, pemda dan DPRD tidak setengah hati memberikan perhatian," kata dia.

Sementara itu, Sumarlin, Divisi Riset Kopel menyebutkan, angka  3.168 unit ruang kelas yang berstatus rusak berat di tahun 2016, terus mengalami pertambahan setiap bulannya. Apalagi kondisi menjelang akhir tahun, di mana terjadi curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan kerusakan makin bertambah. Bahkan banyak sekolah yang semakin terancam roboh.

Sumarlin menyebutkan draf RAPBD bukan hanya menjadi tanggungjawab Pemda, namun juga DPRD bisa menggunakan fungsi kontrolnya dalam memastikan Pemda bisa taat azas. Sebab, hasil akhir APBD nantinya apakah berkualitas dan pro rakyat, akan menjadi tanggungjawab bersama baik eksekutif maupun legislatif.

 

Santi Sopia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement