REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas untuk membahas paket kebijakan hukum yang akan diumumkan pemerintah dalam waktu dekat. Ada tiga poin penting yang ditekankan oleh presiden dalam paket reformasi hukum.
Pertama, ia meminta agar penataan regulasi betul-betul dilakukan. Presiden ingin agar regulasi hukum dibuat sederhana namun berkualitas.
"Orientasi kita bukan membuat peraturan sebanyak-banyaknya. Tapi harus menghasilkan peraturan yang berkualitas, melindungi rakyat, memberi keadilan dan tidak tumpang tindih," ujarnya, di Kantor Presiden, Senin (11/10).
Kedua, Jokowi meminta agar reformasi hukum mencakup pembenahan kelembagaan di Kepolisian, Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan HAM.
Ia memberi penekanan pada penegakan hukum serta pelayanan bidang hukum seperti di kantor imigrasi, lapas, kantor layanan SIM dan sejenisnya.
"Pastikan tidak ada praktek pungutan liar di situ," ucapnya.
Ketiga, ia mengingatkan pentingnya membangun budaya hukum di masyarakat. Pembangunan dan penguatan budaya hukum, sambung Jokowi, harus menjadi prioritas di tengah maraknya sikap-sikap intoleransi, premanisme, tindak kekerasan, serta aksi main hakim sendiri di masyarakat.
Indonesia tercatat berada pada posisi 88 dalam Indeks Persepsi Korupsi Dunia yang dilakukan pada 2015. Sementara, dalam indeks Rules of Law, Indonesia hanya menempati rangking 52. Jokowi mengatakan, angka tersebut mencerminkan betapa masih buruknya wajah penegakan hukum di Tanah Air.
"Tidak ada pilihan lain, kita harus melakukan reformasi hukum besar-besaran," katanya.