Kamis 13 Oct 2022 19:32 WIB

Mahfud MD Ungkap Tiga Langkah Reformasi Hukum

Menko Polhukam Mahfud MD memaparkan ada tiga langkah dalam reformasi hukum.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Menko Polhukam Mahfud MD memaparkan ada tiga langkah dalam reformasi hukum.
Foto: Republika/Prayogi
Menko Polhukam Mahfud MD memaparkan ada tiga langkah dalam reformasi hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo menekankan adanya urgensi reformasi hukum di Indonesia. Urgensi tersebut merupakan buntut dari mantan Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Ia mengungkapkan, ada tiga langkah dalam mereformasi hukum di Indonesia. Pertama adalah perlunya reformasi moral dan kultural terhadap pihak-pihak yang bersinggungan langsung dengan penegakan hukum.

Baca Juga

"Jadi kalau hukum itu pertama ada filsafatnya itu moral, filsafat itu moral, nah filsafat ini lalu ada asas hukum. Jangan langgar hak orang lain itu asas, kalau mau hukum orang harus ada legalitasnya, itu namanya asas legalitas," ujar Mahfud dalam diskusi yang digelar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Kamis (13/10).

Kedua adalah pembinaan aparatur sipil negara (ASN) di MA di bawah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB). Pasalnya, para mafia hukum akan berkomunikasi dengan para ASN di MA sebelum ke hakim.

"Kita ngatur hakim ini kan ndak bisa, ngatur hakimnya kita tidak bisa, memindah, mencopot, tapi tidak boleh. Itu yang hanya boleh Mahkamah Agung sendiri, tapi sekretariat jenderal, kepaniteraan ke bawah itu adalah ASN (bisa disanksi)," ujar Mahfud.

Dengan pembinaan ASN tersebut, ada peluang hadirnya pengaturan yang mengatur hukuman bagi pegawai sipil negara MA yang terlibat mafia hukum. Baik itu pemindahan tugas, dicopot, hingga dipecat dari posisinya.

"Ada sedikit laporan, 'pak tuh kepaniteraannya main', pindah, nanti dibuat aturan pemindahan yang cepat, yang sementara, dan sebagainya kalau itu disetujui. Itu reformasi jangka pendek," ujar Mahfud.

Terakhir adalah perlunya sejumlah undang-undang untuk reformasi hukum. Pertama adalah rancangan undang-undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana yang disebut akan memberi efek jera kepada para koruptor.

Di dalamnya akan mengatur penyitaan aset milik pelaku kasus korupsi yang dicurigai masuk ke dakwaan. Pasalnya, ia mengatakan bahwa para koruptor lebih takut dimiskinkan, ketimbang dipidana.

"Agar orang tidak berani korupsi juga, karena kalau korupsi lalu menjadi tersangka apalagi terdakwa, nanti sebelum putusan sita dulu nih dugaan-dugaan korupsinya.  Orang takut melakukan itu karena orang korupsi itu pada dasarnya takut miskin sebenarnya," ujar Mahfud.

Kedua adalah RUU tentang Jabatan Hakim. RUU tersebut disebutnya sudah diwacanakan sejak dirinya masih menjadi pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya.

"Dulu sudah dibahas, sudah ada pansusnya, sudah ada, sekarang hilang. Padahal ini nantinya yang akan memberi wewenang kepada DPR, masyarakat, pemerintah bagaimana agar hakim itu tidak menyimpang," ujar Mahfud.

Terakhir adalah penguatan Komisi Yudisial (KY). Pasalnya, kewenangan KY saat ini sangat lemah terhadap MA, karena lembaga tersebut tak bisa memberikan sanksi atau denda terhadap hakim yang melanggar hukum.

"Nanti kita usulkan penguatan kembali Komisi Yudisial sesuai dengan ide pada waktu dulu didirikan," ujar Mahfud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement