REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menegaskan pentingnya reformasi sistem hukum dalam rangka penguatan sistem hukum nasional. Serta menjadi upaya optimalisasi sistem pemantauan dan pengawasan.
Tujuan reformasi hukum adalah demi menciptakan hukum yang erfungsi untuk melindungi dan menyejahterakan masyarakat Indonesia. Beberapa di antaranya lewat pembentukan peraturan perundang-undangan dan perombakan struktur kelembagaan.
"Reformasi sistem hukum ini harus terus kita lanjutkan," ujar Yasonna dalam sebuah diskusi yang digelar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Kamis (13/10).
Terdapat tiga langkah dalam upaya mereformasi hukum, yakni substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Pembangunan substansi hukum juga harus bersifat dinamis, mengikuti perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
"Keberhasilan struktur hukum suatu negara dapat dilihat dari kesuksesan lembaga penegak hukum dalam mengupayakan tindakan preventif dan represif bagi pelanggar hukum," ujar Yasonna.
Namun saat ini, kerap terjadi peristiwa ketika aparat penegak hukum justru menjadi pihak yang melanggar hukum. Hal tersebut tentu berimbas kepada menurunnya kepercayaan publik terhadap mereka.
Kondisi tersebut menjadi suatu peringatan akan pentingnya penataan kembali komponen-komponen dalam sistem hukum di Indonesia. "Agar penegakan hukum di Indonesia tetap dalam koridor dan cita-cita tujuan bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945," ujar Yasonna.
Dalam forum tersebut, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan tiga langkah dalam mereformasi hukum di Indonesia. Pertama adalah perlunya reformasi moral dan kultural terhadap pihak-pihak yang bersinggungan langsung dengan penegakan hukum.
Kedua adalah pembinaan aparatur sipil negara (ASN) di MA di bawah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB). Pasalnya, para mafia hukum akan berkomunikasi dengan para ASN di MA sebelum ke hakim.
Terakhir adalah perlunya sejumlah undang-undang untuk reformasi hukum. Pertama adalah rancangan undang-undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana yang disebut akan memberi efek jera kepada para koruptor.
Di dalamnya akan mengatur penyitaan aset milik pelaku kasus korupsi yang dicurigai masuk ke dakwaan. Pasalnya, ia mengatakan bahwa para koruptor lebih takut dimiskinkan, ketimbang dipidana.
"Agar orang tidak berani korupsi juga, karena kalau korupsi lalu menjadi tersangka apalagi terdakwa, nanti sebelum putusan sita dulu nih dugaan-dugaan korupsinya. Orang takut melakukan itu karena orang korupsi itu pada dasarnya takut miskin sebenarnya," ujar Mahfud.