Selasa 27 Sep 2016 07:03 WIB

Kejaksaan Agung Evaluasi Eksekusi Mati Jilid III

Rep: Ali Mansyur/ Red: Bilal Ramadhan
Hukuman Mati/Ilustrasi
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman Mati/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada rapat kerja (raker) dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kejaksaan Agung mengeveluasi pelakanaan hukuman mati jilid III yang telah digelar pada tanggal 29 Juli lalu.

Ketika itu dari 14 narapidana hukuman mati hanya empat yang berhasil dieksekusi, sementara 10 lainnya hingga saat ini masih ditangguhkan. Kejaksaan masih terus mengkaji terjahadap 10 narapidana yang masih tersisa untuk diekseskusi atau tidak.

Jaksa Agung, M Persetyo menjelaskan sebenarnya pihaknya telah mempersiapkan dengan matang, mulai dari pengamanan dan juga perlengkapan. Hanya saja menurutnya, eksekusi mati bukan perkara gampang hingga mudah untuk diputuskan, karena eksekusi mati menyangkut nyawa manusia. Maka dengan demikian eksekusi mati harus dipertimbangkan dan dikaji ulang dengan matang.

"Ketika itu semuanya sudah dipersiapkan, termasuk regu tembak dan peti matinya. Namun yang terpenting adalah notifikasi kepada kedutaan besar asal terpidana mati itu," jelas Prasetyo, di Komplek Parlemen, Senin (26/9).

Terkait batalnya eksekusi mati terhadap 10 narapidana pada tanggal 29 Juli lalu, Prasetyo memberikan contoh saat eksekusi mati Jilid II. Ketika itu pada detik-detik terakhir, muncul permintaan dari pemerintah Filipina bahwa Mary Jane Viesta Veloso adalah korban dari perdagangan manusia.

Kemudian keterangan Mary Jane diperlukan sebagai saksi sehingga eksekusi matinya masih tertunda. "Nanti akan kami evaluasi siapa yang harus dieksekusi dari 10 narapidana ini," tambah Prasetyo.

Lanjut Presetyo, 9 narapidana yang harus sudah dieksekusi sejak beberapa bulan lalu, masih berada di Nusakambangan, dan 1 yang berada di Lapas Cilacap. Sejauh ini mayoritas dari mereka tidak ada yang mengajukan grasi, sebab sudah melewati batas waktu yaitu selama 1 tahun.

Ke-10 narapidana yang belum dieksekusi adalah, Agus Hadi, Pujo Lestari, Merry Utami (Indonesia), Gurdip Singh dari India dan Zulfiqar Ali (Pakistan), Ozias Sibanda dan Fredderik Luttar (Zimbabwe) dan Obina Nwajagu bin Emeuwa, Eugene Ape, Okonkwo Nongso Kingsley (Nigeria).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement