Senin 26 Sep 2016 10:06 WIB

Mereka yang Memilih Bertahan di Tenda Lusuh Rawa Jati

Rep: MgRol81/ Red: Teguh Firmansyah
Tenda dadakan milik pengungsi korban gusuran Rawa Jati, Jaksel.
Foto:

Sumartini, salah satu korban gusuran Rawajati mengaku lebih memilih tinggal di Rusun ketimbang di bantaran rel. Alasannya adalah dua anak kembarnya yang berusia 2 tahun dapat bermain dengan aman. “Kalau dulu ‘kan anak-anak enggak bisa main. Belakang rumah rel, depan jalanan. Ngeri. Kalau di sini enak, enggak ada bunyi kereta dan banyak teman-temannya seumuran,” paparnya.

Selain Sumartini, korban gusuran Rawajati lainnya yang sudah pindah ke Marunda adalah Yanti dan keluarganya.

Saat ditemui di unitnya di gedung B2, Yanti hanya menyayangkan aliran air yang kecil. Menurutnya, hanya masalah air yang menjadi keluhannya.

“Air kecil di sini, tapi saya sudah telepon pengelola minta dibenerin. Soalnya di tetangga (aliran air) kenceng, berarti masalahnya di saya doang," tuturnya.

Nurlela, Ian, Agus, Murni, Sumartini, Yanti merupakan salah satu warga Jakarta yang bermimpi untuk hidup lebih baik. Memiliki rumah yang layak untuk tempat mereka beristirahat dan bercengkrama satu sama lain; Mempunyai pekerjaan yang tetap dan penghasilan cukup untuk menyekolahkan buat hati mereka.

Namun mimpi warga korban gusuran Rawa Jati ini tentu akan sulit terwujud tanpa bantuan dari pemerintah. Pemerintah berperan untuk tak hanya memberikan bantuan tapi akses yang luas bagi warga.  Penggusuran tanpa melihat nilai kemanusiaan hanya akan semaki menyengsarakan warga

Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga menilai penertiban kawasan di wilayah Ibu Kota sebenarnya layak dilakukan, apabila Pemprov DKI Jakarta memperhatikan aspek manusiawi dalam melakukannya. Sering kali, penggusuran dilakukan dengan terburu-buru dan tidak melewati tahap sosialisasi yang selayaknya.

"Sebenarnya kan dalam penertiban wilayah itu harus diawali dengan sosialisasi tentang rencana tata ruang kota terhadap masyarakat yang tempat tinggalnya akan digusur. Terus disiapkan bagaimana nantinya jaminan hidup, yaitu tempat tinggal dan pekerjaan mereka," ujar Nirwono kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Selama ini, menurut Nirwono penggusuran dilakukan begitu saja tanpa adanya sosialisasi yang jelas, bahka waktu yang sangat singkat. Padahal, dengan sosialiasi yang baik, tidak dibutuhkan adanya pemaksaan terhadap warga karena kebanyakan hal yang mereka khawatirkan bagaimana tetap dapat memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang layak atau justru lebih baik dari sebelumnya.

"Pemprov DKI Jakarta kan harus perhatikan aspek ini karena yang dipindahkan ini bukan barang, tapi manusia, jadi harus dengan cara yang manusiawi juga," jelas Nirwono.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement