Jumat 23 Sep 2016 17:57 WIB

Konservasi Badak Sumatra Dinilai Butuh Pendekatan Baru

Harapan, badak sumatra badak berada di Suaka Rhino Sumatra (SRS)-Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur, Rabu (27/7).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Harapan, badak sumatra badak berada di Suaka Rhino Sumatra (SRS)-Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur, Rabu (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi populasi Badak Sumatera (Dicerorinus sumatranus) tidak sebaik Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) karenanya dibutuhkan pendekatan konservasi yang baru untuk menekan ancaman kepunahan.

Program Koordinator Proyek Ujung Kulon WWF-Indonesia Yuyun Kurniawan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakara, Jumat (23/9), mengatakan, untuk menyelamatkan Badak Sumatera yang semakin kritis, perlu adanya pendekatan konservasi berbasis spesies seperti yang dilakukan pada Badak Jawa.

Meskipun diperkirakan jumlah populasi Badak Sumatera relatif lebih besar dari populasi Badak Jawa, namun ia mengatakan keberadaannya tersebar dalam sub-sub populasi yang kecil.

Dengan demikian, menurut dia, peluang pertumbuhan populasi Badak Sumatera relatif lebih rendah dibandingkan dengan Badak Jawa. Jika tidak dilakukan upaya-upaya proaktif untuk mengkonsolidasikan sub-sub populasi yang kecil tersebut, maka ancaman kepunahan lokal Badak Sumatera sangat mungkin terjadi.

Jumlah populasi Badak Jawa pada tahun 1970 hanya ada 47 individu berdasar data WWF, kemudian naik menjadi 51 individu pada tahun 1981. Pada tahun 2014 diketahui jumlahnya 57 individu, dan tahun 2016 totalnya mencapai 63 individu.

Peningkatan jumlah individu ini, menurut dia, membuktikan bahwa upaya konservasi berbasis spesies perlu dilakukan juga untuk meningkatkan populasi Badak Sumatera.

Direktur Konservasi WWF Indonesia Arnold Sitompul mengatakan upaya konservasi Badak Sumatera di Indonesia harus dilakukan dengan mengedepankan inovasi baru yaitu mendorong program pembiakan semi alami yang lebih aktif.

Menurut dia, kondisi populasi di alam sudah sangat kritis oleh karenanya, perlindungan habitat saja tidak cukup untuk menyelamatkan Badak Sumatera.

Sementara itu, untuk Badak Jawa, manajemen habitat harus segera dilakukan dengan lebih agresif, melalui langkah-langkah pengendalian langkap yang merupakan spesies invasif dan sudah sangat menggangu habitat asli badak.

Pemerintah Indonesia mencanangkan target pertumbuhan populasi sebesar 10 persen untuk 25 satwa dilindungi pada kurun waktu tahun 2015-2019, termasuk di dalamnya Badak Sumatera dan Badak Jawa.

Untuk Badak Jawa, target ini hampir terpenuhi, sayangnya tidak untuk Badak Sumatera, yang junlah populasinya pada tahun 1974, diperkirakan antara 400-700 individu namun dalam 10 tahun terakhir laju kehilangan populasinya mencapai 50 persen.

Bahkan di salah satu kantong populasinya di Kerinci Seblat, Badak Sumatera sudah tidak ditemukan lagi sejak tahun 2008. Dalam rangka peringatan World Rhino Day yang jatuh pada tanggal 22 September, WWF Indonesia mengadakan serangkaian acara seperti di Ujung Kulon dan Aceh dengan mengadakan Global March for Rhino, di sekitar Mesjid Raya Baitul Rahman, Banda Aceh.

Sementara di Ujung Kulon, WWF akan berpartisipasi pada serangkaian acara yang diselenggarakan oleh Balai TNUK, dengan tema Bersama Kita Bisa, Selamatkan Badak Jawa yang dipusatkan di Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang.

Bupati Pandeglang rencananya juga menyaksikan penandatangan deklarasi Merayakan Keanekaragaman Hayati.

Acara berupa edukasi tentang konservasi badak di sekolah-sekolah sekitar Taman Nasional Ujung Kulon, Kota Pandeglang dan Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, yang dilaksanakan atas kerjasama dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Pemerintah Daerah Pandeglang, Yayasan Badak Indonesia, Yukindo, Himpunan Mahasiswa Lestari Alam (HIMALA) Universitas Mathlaul Anwar, ALABAMA, AKSI, dan Pagar Kulon.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement