Senin 19 Sep 2016 17:10 WIB

LBH: Tindakan Luhut Dikategorikan Penghinaan Terhadap Pengadilan

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Bilal Ramadhan
Menko Maritim dan Sumber Daya selaku Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan
Foto: Antara/ Widodo S. Jusuf
Menko Maritim dan Sumber Daya selaku Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan yang tetap akan melanjutkan reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta dinilai sebagai penghinaan atas pengadilan. Pernyataan sang menteri juga dianggap telah menginjak-injak martabat penegakan hukum di Indonesia.

Aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tigor Hutapea mengatakan, pernyataan Luhut tersebut juga melanggar prinsip negara hukum yang mengharuskan setiap pejabat negara patuh dan tunduk kepada hukum, termasuk keputusan pengadilan.

"PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Jakarta telah membatalkan izin reklamasi Pulau G, tapi Luhut malah bersikeras untuk melanjutkannya. Tindakan semacam itu sudah bisa dikategorikan contempt of court (penghinaan terhadap pengadilan)," ungkap Tigor kepada Republika.co.id, Senin (19/9).

Ia menjelaskan, prinsip negara hukum diakui sebagai hukum tertinggi Indonesia yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dengan begitu, kata dia, keputusan Luhut melegalisasi proyek reklamasi yang telah dibatalkan PTUN tidak hanya menghina pengadilan, tetapi juga melawan konstitusi di republik ini.

Tigor mengatakan, perbuatan menghina pengadilan oleh Menko Luhut patut diperhatikan dengan cermat oleh Presiden Jokowi. Apalagi, tindakan penghinaan pengadilan termasuk pelanggaran syarat seseorang untuk dapat diangkat menjadi menteri.

Dia mengungkapkan, setidaknya ada dua syarat penting yang dilanggar Luhut selaku menteri seperti termaktub dalam Pasal 22 ayat (2) UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Pada huruf (c) di pasal tersebut ditegaskan, seorang menteri harus setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Selanjutnya, pada huruf (e) di pasal yang sama dinyatakan, seorang menteri harus memiliki integritas dan kepribadian yang baik.

"Melihat dua poin yang telah dilanggar tersebut, kami meminta Presiden Joko Widodo mempertimbangkan kembali keberadaan Luhut Pandjaitan di dalam kabinetnya," ujar Tigor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement