REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, Rabu (14/9) malam, kembali bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk sidang perkara suap pembahasan Raperda Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam kesaksiannya, Taufik mengatakan, tidak pernah ada niatan dewan untuk menghilangkan pasal soal kontribusi tambahan sebesar 15 persen dalam Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
“Soal tambahan kontribusi, kita nggak bermaksud menghilangkan, tetapi memang pasal itu menarik, dan terjadi perdebatan panjang,” kata Taufik saat dicecar oleh jaksa KPK, Ferdinand Worotikan. Taufik menyebutkan, selama pembahasan memang ada perdebatan dan adu argumentasi antara pihak Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta terkait sejumlah hal dalam raperda tersebut.
Namun, Taufik melanjutkan, tidak pernah ada deadlock sebagaimana dikeluhkan pihak Pemprov DKI Jakarta selama ini. “Jadi tidak benar deadlock, yang ada adalah adu argumentasi antara Balegda dan Pemprov, perdebatan panjang," kata Taufik.
Menurutnya, selain kontribusi tambahan, ada hal lain yang diperdebatkan yakni lampiran gambar di raperda berupa jalan melintang yang akan dibangun di ujung pulau E. Dewan mempertanyakan keberadaan jalan tersebut yang dinilai akan menghalangi lalu lalang kapal masuk ke pelabuhan. “Bentangan kapal itu 30 meter, akhirnya disepakati jalan itu ditiadakan,” kata politisi Gerindra tersebut.
Sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta kembali dihadirkan dalam sidang perkara suap pembahasan Raperda Reklamasi Pantai Utara Jakarta, untuk terdakwa Mohammad Sanusi, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI yang juga anggota Badan Legislasi DKI Jakarta.
Selain Taufikk, mereka yang bersaksi pada Rabu (14/9) adalah, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, anggota DPRD DKI Jakarta Merry Hotma yang juga Wakil Ketua Balegda, Anggota DPRD DKI Jakarta yang juga Anggota Balegda, Muhamad (Ongen) Sangaji, Ketua Pansus Reklamasi Selamat Nurdin dan anggota DPRD DKI Jakarta Bestari Barus.