Kamis 04 Aug 2016 18:53 WIB

Soal Respons Penegak Hukum, Ini Kata Haris Azhar

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bilal Ramadhan
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (3/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Koordinator Kontras Haris Azhar mengajak Polri, TNI, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) mencari solusi kontruktif terkait pengakuan Freddy Budiman. Dia berharap informasi yang ia sampaikan bermanfaat untuk membongkar mafia narkoba di Indonesia.

"Jangan sampai informasi yang saya sampaikan direspons dengan hal-hal yang tidak ada maknanya untuk bangsa ini," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (4/8).

Banyak masyarakat yang prihatin atas pelaporan Haris yang dituduh mencemarkan nama baik tiga institusi tersebut. Haris pun mengingatkan dan mengajak ketiganya untuk membangun cara yang konstruktif dalam penyelesaiannya. "Bentuk tim investigastif independen untuk menelusurinya," kata dia.

Menurut Haris, berbagai informasi dan dokumen yang saat ini muncul ke permukaan sudah memperlihatkan bagaimana 'gurita' atau penyebaran pejabat yang menyokong distribusi narkoba atau penghindaran hukum terhadap oknum terkait narkoba.

Saat ini publik masih bertanya-tanya mengapa hasil pembicaraannya dengan Freddy baru diungkap sekarang, padahal pertemuan tersebut telah berlangsung sejak 2014. Haris menjelaskan pada 2014 dia sudah pernah mencoba mencari pledoi untuk mengklarifikasi pernyataan Freddy, hingga berusaha mencari kuasa hukum Freddy.

Namun pledoi tersebut tidak diberikan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat yang memvonis Freddy. Dalam situs resmi PN tersebut maupun di Mahkamah Agung (MA), Haris juga tak menemukan putusan terhadap Freddy.

"Sebetulnya kalau saya bisa menemukan pledoi atau putusan, mungkin akan berubah. Ini menunjukkan ada kesalahan informasi di pengadilan. Akses informasi masyarakat untuk ikut memantau tidak tersedia," ujarnya.

Haris pun sudah membuktikan ketiadaan informasi tersebut lewat forensik digital. Jika ditelusuri di mesin mencari dengan menggunakan kata kunci 2012, maka putusan tidak akan didapat.

Sebaliknya jika menggunakan kata kunci 2016, baru putusan bisa didapat. Haris curiga bahwa putusan tersebut baru diunggah setelah tulisannya beredar di media.

Baginya, kasus ini bukan persoalan Haris melawan Polri, TNI, dan BNN. Dia juga tidak berniat menjelek-jelekkan nama ketiganya dan hanya berupaya membantu menjaga integritas lembaga-lembaga tersebut. Hal-hal yang menganggu integritas tiga institusi tersebut menjadi persoalan seluruh masyarakat.

Haris pun berharap ada sinyal positif dari Polri, TNI, BNN, juga dari Presiden RI Joko Widodo. Pada prinsipnya, Haris membuka komunikasi dengan semua pihak untuk mengumpulkan bukti dan informasi sebanyak mungkin.

"Mudah-mudahan bisa diwadahi dan semoga masyarakat bisa melihat hasilnya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement