Jumat 29 Jul 2016 07:49 WIB

Titik Krusial Reshuffle Kabinet Jilid II

Red: M Akbar
Ubedilah Badrun
Foto: istimewa
Ubedilah Badrun

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ubedilah Badrun (Ketua Laboratorium Sosiologi Universitas Negeri Jakarta)

Reshuffle kabinet kerja jilid II telah dilakukan. Respons publik umumnya positif, bahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan signifikan. Jika kita cermati seharian pascapengumuman reshuffle kabinet dalam hitungan menit dan jam terlihat IHSG bergerak naik, pada perdagangan preopening bergerak naik 21,009 poin (0,40 persen) ke 5.245,404.

Sementara indeks LQ45 bergerak menguat 5,237 poin (0,58 persen) ke 907.433. Mengawali perdagangan  IHSG dibuka menguat 26,529 poin (0,51 persen) ke 5.250,924. Sementara indeks LQ45 dibuka naik 7,766 poin (0,86 persen) ke 909.921. Mengakhiri perdagangan kemarin, IHSG ditutup menguat 3,593 poin (0,07 persen) ke 5.224,395. Sementara indeks LQ45 ditutup naik 2,051 poin (0,23 persen) ke 902.196.

Sementara di pasar uang, dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap rupiah. Berdasarkan data perdagangan Reuters, dolar AS pagi kemaren dibuka di Rp 13.090 dibandingkan posisi sore sebelumnya di Rp 13.152. Respons positif tersebut memungkinkan juga dibaca sebagai signal dukungan barat atau pasar global pada kabinet baru.

Situasi ini akan berlangsung beberapa hari ke depan pada kisaran naik tetapi pada level stagnasi rata-rata kenaikan yang tidak mengalami lonjakan ekstrim. Hal ini terjadi karena pelaku ekonomi tetap wait and see terhadap apa yang dilakukan para mentri dibidang ekonomi.

Ini artinya langkah-langkah para menteri betul-betul menjadi perhatian publik. Ini yang penulis sebut titik krusial pertama kabinet baru. Jika menteri baru wajah lama ini salah melangkah, respons publik ekonomi akan cenderung mengarah negatif.

Pada bidang ekonomi titik krusial berikutnya ada pada implementasi tax amnesty terkait target penerimaan sebesar Rp 165 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Karena perolehan tax amnesty dimasukan dalam asumsi APBNP jika tidak tercapai tentunya akan berdampak secara sistemik terhadap kondisi ekonomi nasional. Terkait tax amnesty ini akan berdampak lebih fatal jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penggugat dan membatalkan UU amnesti pajak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement