Kamis 28 Jul 2016 08:39 WIB

Potensi Konflik Manusia dan Orang Utan Masih Tinggi

Rep: MGROL 68/ Red: Indira Rezkisari
Bayi orang utan bermain di dalam rumah perawatan (nursery) di Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (BOSF) di Arboretum Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, Senin (5/10).   (Antara/Rosa Panggabean)
Bayi orang utan bermain di dalam rumah perawatan (nursery) di Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (BOSF) di Arboretum Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, Senin (5/10). (Antara/Rosa Panggabean)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia merupakan negara yang sangat beruntung, pasalnya 90 persen dari populasi orangutan yang tersisa ada di Indonesia yaitu di Kalimantan dan Sumatera. Hewan mamalia ini memiliki karakteristik yang unik karena mempunyai banyak kemiripan dengan manusia. Tidak hanya sekedar mirip saja, bahkan 97 persen DNA Orangutan sama dengan manusia.

Namun sayangnya sekitar 80 persen populasi orangutan di Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur berada di luar kawasan konservasi seperti di dalam konsesi perusahaan kayu, tambang, perkebunan dan perladangan masyarakat. Fakta ini yang menunjukkan bahwa potensi konflik antara orangutan dan manusia sangat tinggi

“Kita harus sama-sama menjaga keberlangsungan orangutan karena orangutan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup makhluk lain. Jika orangutan bisa diselamatkan, beragam makhluk hidup lain yang hidup di hutan hujan bahkan di daerah kota pun juga dapat terselamatkan.” Ungkap Sapto Handoyo Sakti selaku Externa Affairs Director TNC Indoneisa, Rabu (27/7)

Keberadaan orangutan sangat erat kaitannya dengan stabilitas hutan karena hutan sebagai penyedia oksigen yang dibutuhkan oleh manusia dan bahkan seluruh makhluk hidup di bumi. Kaitan orangutan dengan dunia adalah mereka sebagai penyebar bibit alami efektif yang membuat hutan semakin, orangutan juga berperan penting dalam menstabilkan hutan hujan, dan karena itu kehadirannya mencerminkan kesehatan ekosistem.

“Sebelum menyelamatkan orangutan, yang harus diselamatkan terlebih dahulu adalah  habitatnya. Dan itu yang harus kita lakukan sekarang,” tutup Sapto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement