Jumat 22 Jul 2016 18:02 WIB

Penyelundupan Senjata Api ke Poso Diduga Kuat Lewat Jalur Laut

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Kelompok Santoso
Foto: mardiah/Republika
Ilustrasi Kelompok Santoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai kontak senjata, yang akhirnya menewaskan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Santoso alias Abu Wardah, Satuan Tugas (Satgas) Tinombala juga menyita barang bukti berupa satu pucuk senjata api jenis M-16.

Setelah dilakukan pemeriksaan sementara, senjata api buatan Amerika Serikat tersebut ternyata bukanlah senjata rakitan, melainkan senjata buatan pabrik.

Pihak kepolisian pun masih mengidentifikasi asal dari senjata api tersebut, termasuk adanya kemungkinan berasal dari Filipina. Menurut Anggota Komisi I DPR RI,  Zainudin Amali, cukup besar kemungkinan senjata itu berasal dari Filipina.

Bahkan, pasokan senjata dari Filipina itu, menurut Amali, dulu sempat masuk ke Indonesia saat terjadi konflik bernuansa agama di Poso dan Ambon, beberapa waktu lalu.

''Ada, pasti ada, dan itu biasanya dari Filipina, atau daerah-daerah konflik lain. Yang dulu dibawa ke Poso, kemudian Ambon, itu kan juga dari situ. Itu sih benar,'' tutur Amali di Gedung DPR RI, Jumat (22/7).

Amali menambahkan, jika melihat senjata api yang digunakan kelompok Santoso ternyata buatan pabrikan, maka kemungkinan besar senjata api tersebut berasal dari luar negeri.

''Kalau dari sini (dalam negeri) tidak mungkin organik. Atau kalau organik, itu adalah rampasan, seperti Santoso pernah merampok atau membunuh personel TNI, kemudian diambil oleh dia, itu bisa saja,'' tuturnya.

Lebih lanjut, Amali mengungkapkan, salah satu jalur utama penyelendupan senjata-senjata api itu adalah melalui jalur laut. Kemungkinan masuknya senjata-senjata api lewat jalur laut itu, ujar Amali, masih sangat besar.

Pasalnya, hal itu dipengaruhi oleh minimnya peralatan dan perlengkapan yang dimiliki oleh aparat keamanan, termasuk Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI AL. Bahkan, penyelundupan itu tidak hanya senjata api, tapi juga narkoba dan praktik perdagangan manusia.

''Laut kita memang masih rawan, dengan rentang pengawasan dan peralatan serta personel yang kita miliki sekarang, itu kemungkinan bocornya masih sangat besar,'' tutur politisi Partai Golkar tersebut.

Untuk itu, Komisi I DPR RI, tutur Amali, terus mendorong pemerintah agar memperkuat pengawasan laut. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki oleh aparat keamanan.

''Makanya kami dorong terus, Bakamla itu harus punya kapal cepat, radar pendeteksi, dan lain-lain. Begitu juga dengan TNI AL,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement