Rabu 13 Jul 2016 19:30 WIB

Panwaslu akan Telurusi Penggunaan Jargon oleh Wali Kota Cimahi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak

REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Wali Kota Cimahi Atty Suharti dinilai telah mencuri start kampanye saat berpidato dalam beberapa agenda pemerintah. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Cimahi bakal segera menelusuri penggunaan jargon tersebut.

Ketua Panwaslu Kota Cimahi Zainal Abidin menuturkan, penelusuran tersebut untuk mengetahui secara mendalam terkait tujuan penggunaan jargon itu.

"Nanti akan kita telusuri apakah itu muncul secara pribadinya atau memang program dari pemkot," tutur dia, Rabu (13/7).

Zainal mengaku baru mengetahui adanya jargon tersebut dari kalangan media massa. Menurut dia, jika memang jargon tersebut salah satu bagian dari program pemerintah, maka itu menjadi milik pemerintah sehingga patut diwajarkan. "Makanya nanti kita akan tanyakan (ke pemkot) soal jargon itu," ujar dia.

Untuk diketahui, sejak beberapa pekan lalu, jargon "Cimahi Rumah Kita" mulai sering digunakan Atty dalam pidatonya di sejumlah agenda pemerintahan. Jargon tersebut mulai dilontarkan Atty dalam beberapa acara menjelang HUT Kota Cimahi ke-15, Juni lalu.

(Baca juga: Wali Kota Cimahi Dianggap Nyolong Start Kampanye)

Pengamat Politik dari Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Yarmadi menilai, jargon yang digunakan Atty itu sebetulnya bisa termasuk kampanye. Lewat jargon tersebut, wali kota secara tidak langsung ingin menyampaikan kepada khalayak bahwa ia ingin maju lagi jadi orang nomor satu di Cimahi.

"Kalau dilihat dari sisi politik, itu memang kampanye. Tapi apakah itu melanggar atau tidak, itu hal lain," tutur dia.

Menurut Yarmadi, ketika jargon tersebut disampaikan pada acara pemerintahan, maka sebetulnya itu tidak diperbolehkan. Sebab, acara pemerintahan jelas dibiayai oleh negara. "Dalam acara-acara ini seharusnya tidak boleh menggunakan bahasa-bahasa yang seperti itu," lanjut dia.

Dalam kondisi demikian, peran Panwaslu sangat dibutuhkan untuk memperjelas batasan-batasan seperti apa yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Fungsi Panwaslu perlu ditonjolkan untuk mengontrol tindakan politisasi yang ditunjukan kepala daerah yang ingin maju kembali dalam pilkada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement