REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesimpulan berbeda antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait indikasi kerugian negara dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras mempertaruhkan kredibilitas kedua lembaga tersebut di mata publik.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyarankan agar kedua lembaga negara tersebut gelar perkara di depan publik dalam penyelidikannya di kasus masing-masing. Hal ini untuk menjelaskan ke publik letak perbedaan pandangan dua lembaga, semata-mata agar publik memiliki kepercayaan penuh kepada lembaga tersebut.
Koordinator Divisi Investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW) Febri Hendri meragukan kesediaan BPK untuk melakukan uji publik. Hal ini karena ia menilai sejak awal ada kekeliruan yang dilakukan BPK dalam mengaudit laporan pembelian lahan Sumber Waras tersebut.
"Kami yakin BPK tidak berani karena BPK salah, ICW yakin BPK tidak mau uji publik, makanya kami tantang kalau mau gelar uji publik," kata Febri dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (18/6).
Ketidarcermatan BPK dalam melakukan audit investigasi kasus pembelian lahan rumah Sakit Sumber Waras yakni dengan tidak memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
"BPK Jakarta tidak menyinggung sedikit pun Pasal 121 Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014. Kalau itu dipakai, tidak akan ada temuan pelanggaran," kata Febri.
Menurutnya, hal itu pula yang membuat KPK tidak menjadikan BPK sebagai acuan untuk menemukan indikasi kerugian negara dalam pembelian lahan tersebut.
"Memang dari awal tidak sesuai prosedur, BPK kurang cermat, jadi kami sepakat dengan KPK tak temukan kerugian negara," katanya.
Sebelumnya, KPK dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III mengungkap bahwa KPK belum menemukan adanya indikasi kerugian negara terhadap kasus Sumber Waras. Meski begitu, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengungkap penyampaian itu bukanlah kesimpulan akhir dari KPK terkait kasus ini.