Rabu 01 Jun 2016 15:03 WIB

Ahok Tunggu Putusan Inkracht Soal Gugatan Nelayan Terkait Reklamasi

Ribuan nelayan bersama LSM melakukan aksi simbolis dengan menyegel pulau G proyek reklamasi di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (17/4). (Republika/Yasin Habibi)
Ribuan nelayan bersama LSM melakukan aksi simbolis dengan menyegel pulau G proyek reklamasi di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (17/4). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemprov DKI Jakarta masih menunggu adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) terhadap dikabulkannya gugatan nelayan terkait proyek reklamasi Pulau G seluas 161 hektare oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

"Kita tentu harus patuh kepada putusan hukum, putusannya menunda sampai mendapat putusan inkracht yang tetap. Menteri LHK minta kita menunggu sampai melakukan audit lingkungan, ya tunggu," kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta, Rabu (1/6).

Pria yang akrab disapa Ahok menegaskan tidak akan membuat izin sendiri terkait dengan putusan PTUN. Ia juga mengaku belum melihat putusan dari PTUN terkait dikabulkannya gugatan nelayan.

"Proyek reklamasi memang sudah nggak berjalan dari kemarin kok dari Menteri LHK sudap distop, karena mau diaudit," kata Ahok.

Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo pada sidang tersebut mengatakan pengadilan memutuskan mengabulkan gugatan para penggugat 1 sampai 5 dari para nelayan dan mengabulkan penundaan pelaksanaan proyek yang diajukan para penggugat.

Dalam persidangan dengan Nomor perkara 193/G/2015/PTUN.JKT. tersebut, selain mengabulkan permohonan pemohon, pengadilan juga memerintahkan penundaan pelaksanaan izin reklamasi yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014. "Memerintahkan penundaan pelaksanaan SK Nomor 2.238 Tahun 2014 sampai berkekuatan hukum tetap," kata Adhi.

Pengadilan menilai tidak berlakunya SK Gubernur Nomor 2.238 tahun 2014 yang diterbitkan Pemerintah DKI Jakarta dan diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudera (Grup Agung Podomoro). Dalam pertimbanganannya, hakim menyatakan bahwa izin reklamasi yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mematuhi syarat formal sesuai perundang-undangan dengan tidak dijadikannya UU No.27 tahun 2007 dan perubahannya UU No 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai pijakan.

"Salah satunya, tergugat tidak mampu membuktikan rencana zonasi sebagaimana dimandatkan Pasal 7 Atat (1) UU Nomor 27 tahun 2007 itu,"kata Adhi. Cacat formal lainnya yang diungkap majelis hakim adalah soal ijin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Dalam penerbitan izin reklamasi pulau G, tergugat terbukti tidak melakukannya sesuai ketentuan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement