Jumat 31 Mar 2017 21:58 WIB

Pembahasan Amdal Reklamasi Pulau Dinilai Cacat Prosedural

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Karta Raharja Ucu
Kondisi pulau reklamasi C dan D, Jumat (24/3).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Kondisi pulau reklamasi C dan D, Jumat (24/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menolak pembahasan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal), rencana kelola lingkungan (RKL), dan rencana pemantauan lingkungan (RPL) reklamasi dan pembangunan di atas Pulau C dan D oleh PT Kapuk Naga di kawasan Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) yang tergabung dalam KSTJ, Rayhan Dudayev mengatakan, pembahasan dokumen Amdal diadakan Komisi Penilai Amdal DKI Jakarta pada Kamis (30/3) kemarin, cacat substansi serta cacat partisipasi publik.

Pembahasan dokumen Amdal itu dilakukan di Aula Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. Ia menuturkan penolakan ini berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor: SK.354/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 Tentang Pengenaan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Berupa Penghentian Sementara Seluruh Kegiatan PT Kapuk Naga Indah Pada Pulau C dan D di Pantai Utara Jakarta.

Keputusan tersebut, menurut KSTJ, telah menjatuhkan sanksi administratif paksaan berupa penghentian seluruh kegiatan reklamasi dan/atau konstruksi PT.Kapuk Naga Indah atas beberapa pelanggaran izin lingkungan. "Sampai saat ini, publik tidak mengetahui sampai sejauh mana pelaksanaan kewajiban pengembang terhadap sanksi administratif yang dijatuhkan KLHK," jelasnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (31/1).

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut memerintahkan PT Kapuk Naga Indah untuk melakukan perubahan dokumen lingkungan dan izin lingkungan yang mencakup Kajian Lingkungan Hidup strategis (KLHS), di mana sampai saat ini dokumen KLHS tertutup dan tidak dapat diakses secara luas oleh publik dan diduga keras dokumen tersebut belum disusun. Untuk itu, KSTJ menolak pembahasan dokumen Andal, RKL, serta RPL Reklamasi dan Pembangunan bangunan di atas Pulau C dan D. Karena, kata dia, berdasarkan Dokumen Policy Brief dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2016 mengenai dampak Sosial (KKP) Ekonomi dan kebijakan Reklamasi Teluk Jakarta yang dikeluarkan oleh KKP Republik Indonesia.

"Dokumen tersebut menyatakan dampak buruk pembangunan reklamasi pulau C dan D yang telah dirasakan oleh nelayan dalam bentuk rusaknya mata pencarian dan semakin rutinnya terjadinya air pasang atau rob di wilayah tempat tinggal komunitas nelayan," ujar dia menjelaskan.

Jika dahulu air pasang biasanya sering terjadi hanya pada musim angin timur, kini setelah reklamasi hampir setiap hari terjadi. Hal tersebut berdampak pada ketidaknyamanan tempat tinggal nelayan di Teluk Jakarta. Selain itu, pendangkalan juga sering terjadi di wilayah pintu keluar masuk kapal di belakang tempat pelelangan ikan (TPI) yang berakibat alur keluar masuk kapal dari TPI menuju laut menjadi terganggu.

Dengan demikian, kata Rayhan, pembahasan dokumen Andal, RKL, serta RPL Reklamasi dan Pembangunan bangunan di atas Pulau C dan D penuh dengan kecacatan karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. "Koalisi menegaskan bahwa pembahasan sidang ini adalah omong kosong dan tidak memiliki makna apapun karena Pulau C dan D serta bangunan di atasnya telah terbangun. Sementara itu, pada saat yang sama banyak sekali aturan hukum yang dilanggar termasuk adanya dugaan pelanggaran pidana lingkungan hidup," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement