Selasa 21 Jan 2025 15:03 WIB

Makin Terkuaknya Upaya Privatisasi Lautan Jadi Daratan Usai Terbongkarnya Kasus Pagar Laut

Pemasangan pagar laut diduga sebagai upaya membentuk daratan hasil sedimentasi.

Personil TNI AL bersama warga membongkar pagar laut di Perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). TNI Angkatan Laut bersama dengan nelayan membongkar pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang, secara manual. Pembongkaran pagar laut dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto.
Foto: Republika/Edwin Putranto
Personil TNI AL bersama warga membongkar pagar laut di Perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). TNI Angkatan Laut bersama dengan nelayan membongkar pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang, secara manual. Pembongkaran pagar laut dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lintar Satria Zulfikar, Bayu Adji P, Antara

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap pagar laut yang melintasi perairan enam kecamatan di Tangerang pada 10 Januari 2024. Namun, hingga saat ini, KKP belum berhasil mengungkap identitas pelaku dan pemilik pemagaran yang meresahkan nelayan kecil dan tradisional di wilayah tersebut.

Baca Juga

Pemagaran laut yang berlangsung sepanjang 30,16 km di Tangerang, juga terjadi di Kabupaten Bekasi dan Pulau C di Jakarta Utara, dengan total panjang mencapai 2,5 km. Penggunaan alat pemagaran yang serupa, yaitu bambu dengan pemberat, menunjukkan adanya pola yang sama di ketiga lokasi tersebut.

Lebih lanjut, di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas perairan yang dipagari. Menteri ATR/BPN mengonfirmasi penerbitan 263 HGB dan 17 SHM, dengan total luas mencapai sekitar 1 juta meter persegi.

Namun, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan mereka menemukan luas tanah di laut yang terdaftar mencapai 515,77 hektare, lima kali lipat dari pernyataan resmi. Proses pemagaran dan pendaftaran tanah ini diduga merupakan upaya komodifikasi laut menjadi daratan, yang berpotensi mengarah pada privatisasi ruang laut oleh pihak tertentu.

Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, menegaskan adanya dugaan kuat pemagaran laut di Tangerang berkaitan erat dengan penerbitan HGB dan SHM. Ia mencatat PT Cahaya Inti Sentosa dan PT Intan Agung Makmur memiliki hubungan dengan proyek Pantai Indah Kapuk Dua, yang diduga terkait dengan perluasan kawasan tersebut.

“Temuan Kiara di lapangan mendapatkan informasi dari pengaduan langsung dari nelayan kecil. Informasi dan dugaaan tersebut didapatkan nelayan ketika proyek pemagaran laut ini sedang berjalan tahun lalu. Kami menduga bahwa hal ini adalah proyek besar karena membutuhkan pendanaan yang besar untuk dapat membuat pagar laut sepanjang 30,16 km," kata Susan dalam pernyataan Kiara, Selasa (21/1/2025).

Ia menambahkan tidak ada bukti signifikan yang menunjukkan pemagaran dilakukan untuk mengatasi abrasi, yang menjadi alasan resmi. Kiara menilai penerbitan HGB dan SHM di atas laut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Hak Penguasaan Perairan Pesisir (HP3).

Mereka menegaskan privatisasi laut melalui penerbitan hak kepemilikan pemerintah kepada pihak swasta adalah inkonstitusional dan melanggar prinsip demokrasi ekonomi. Susan menekankan tindakan Menteri ATR/BPN dalam menerbitkan hak kepemilikan di atas laut harus ditindaklanjuti secara transparan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

“Kami menduga bahwa ini adalah penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan hak atas tanah di laut,” tegasnya.

Kiara juga mengingatkan saat ini HP3 bertransformasi menjadi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Ruang Laut (PKKPRL), yang semakin melegitimasi privatisasi laut dan mengancam hak nelayan kecil. Konflik akibat PKKPRL telah terjadi di beberapa lokasi, termasuk Pulau Pari dan Manado Utara.

Susan menekankan perlunya pemahaman yang lebih baik dari Menteri Kelautan dan Perikanan mengenai pengelolaan pesisir dan laut, serta meminta agar pihak-pihak terkait diusut secara hukum.

"Sejauh ini kami menduga Menteri Kelautan dan Perikanan tidak mengerti tentang pengelolaan pesisir, laut, dan pulau kecil dan seharusnya malu dan mundur dari Menteri karena melegitimasi perampasan ruang laut," katanya. 

photo
Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pagar Laut - (Infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement