Senin 23 May 2016 18:51 WIB

Rehabilitasi Korban Kejahatan Seksual Lebih Mendesak

Rep: c36/ Red: Esthi Maharani
Kebiri kimia (ilustrasi)
Foto: al arabiya
Kebiri kimia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A T Napitupulu menyarankan sanksi kebiri tidak dijadikan hukuman wajib oleh pemerintah dalam menindak pelaku kejahatan seksual. Menurut penelitian ICJR, praktik eksekusi kebiri suntik kimia di beberapa negara belum menekan angka kejahatan seksual.

"Yang kami lihat dalam draf Perppu sanksi kebiri, hukuman kebiri menjadi wajib. Menurut kami, hukuman dengan orientasi pelaku seperti itu belum mendesak dilakukan. Justru Perppu semestinya lebih berorientasi kepada korban," jelas Erasmus kepada Republika di Jakarta, Senin (23/5).

Menurut dia, korban kejahatan seksual lebih mendesak untuk diberikan perhatian. Sebab, selama ini proses rehabilitasi kepada korban belum berlangsung maksimal. Selain itu, hingga saat ini pemerintah belum pernah memberikan hak kompensasi untuk korban kekerasan seksual. Kompensasi dapat digunakan untuk mendorong kesembuhan trauma psikologis secara jangka panjang.

Lebih lanjut Erasmus menuturkan, kebijakan sanksi kebiri di beberapa negara seperti Jerman, Korea Selatan, Argentina dan Swedia belum dapat menekan tingginya kejahatan seksual. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir Jerman dan Swedia masih selalu berada di 10 besar daftar negara dengan jumlah kekerasan seksual tertinggi.

"Sementara itu, dari ribuan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Korea Selatan, baru dua pelaku yang dikenai hukuman kebiri," kata dia.

Menurut penelitian ICJR, ada tiga golongan negara yang menarapkan hukuman kebiri. Pertama, negara yang menjadikan sanksi kebiri sebagai hukuman wajib, yakni Polandia dan Moldova.  Kedua, negara-negara yang menerapkan sanksi kebiri sebagai hukuman pemberatan, seperti beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Ketiga,  negara-negara yang menerapkan sanksi kebiri secara sukarela.

"Hukuman kebiri secara sukarela bisa diberikan setelah pelaku meminta suntik kebiri atau atas kesepakatan dengan pelaku yang didasarkan pertimbangan klinis. Beberapa negara yang menerapkan sanksi seperti ini yakni Australia, Inggris dan Jerman," tambah Erasmus.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Sujatmiko, mengatakan draf asli Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sanksi kebiri saat ini telah diterima oleh sekretariat negara (Setneg). Draf asli tersebut siap diserahkan kepada Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement