REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Produsen makanan dodol rumahan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mandek berproduksi akibat mahalnya harga gula yang terus mengalami kenaikan sehingga membebankan biaya produksi.
"Kami terpaksa menghentikan produksi pembuatan dodol karena harga gula sebagai bahan baku dodol naik, sehingga membuat kami rugi," kata Dedy Kuswandi pemilik usaha pembuatan makanan dodol "Jaya Rasa" di Kecamatan Cilawu, Garut, Rabu (11/5).
Ia menuturkan kenaikan harga gula itu sudah terjadi sejak dua pekan sebesar Rp 14 ribu yang normalnya Rp 12 ribu per kilogram.
Menurut dia, kenaikan itu telah berdampak terhadap biaya produksi yang tidak seimbang dengan keuntungan dari harga jual dodol. "Biaya produksi dengan harga jual tidak seimbang, jadi kami lebih memilih berhenti sementara sampai gula kembali turun," katanya.
Jika harga dodol dinaikan untuk mengimbangi biaya produksi, kata Dedy, bisa saja dilakukan, tetapi agen dodol menolaknya dengan alasan khawatir minat pembeli menurun. "Bagusnya memang harga ikut naik, tapi agennya menolak, kalau terus produksi kami rugi karena tak sebanding dengan pengeluaran," katanya.
Ia mengungkapkan jumlah pegawainya berjumlah seratus orang, semuanya tidak bekerja kecuali hanya membersihkan tempat produksi.
Biasanya, lanjut dia, mampu memproduksi dodol dalam sehari sebanyak 3,5 ton dodol. "Kami harap pemerintah segera mengatasi masalah kenaikan gula ini agar tidak membuat rugi para pelaku usaha seperti saya ini," katanya.
Sementara itu, dodol merupakan makanan khas Kabupaten Garut yang terbuat dari beras ketan dan gula pasir. Wilayah Ngamplang Kecamatan Cilawu merupakan kawasan yang terdapat banyak ditemukan pembuat dodol.