Senin 02 May 2016 13:21 WIB

Fadli Zon: Jokowi tak Pernah Terpikir Minta Maaf kepada PKI

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Bilal Ramadhan
 Wakil Ketua DPR Fadli Zon
Foto: Antara/Hafidz Mubarak
Wakil Ketua DPR Fadli Zon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon membeberkan percakapannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal sikap pemerintah terhadap PKI. Fadli mengungkapkan, pada 8 Juli 2015, dirinya pernah meminta ketegasan sikap pemerintah terhadap peristiwa 1965.

Fadli berujar, dalam percakapan empat mata dengan Presiden Jokowi, pemerintah menyatakan tidak akan meminta maaf atas peristiwa 1965.

"Pada 8 Juli 2015 di istana, saya tanya ke Presiden, apa betul akan meminta maaf ke PKI? Karena rumornya cukup kuat. Reaksi Presiden menjawab, terpikir pun tidak," kata Fadli dalam Audiensi Tim Anti Komunis dengan DPR RI, di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (2/5).

Bahkan, untuk meyakinkan jawaban dari Presiden, Fadli mengaku sempat mengulangi pertanyaannya dengan mengatakan, rumor yang menyebut pemerintah akan meminta maaf berembus kuat di media sosial.

Kata Fadli, saat itu Presiden Jokowi tetap kukuh dengan jawabannya, "Saya tidak akan minta maaf. Berita ini tidak benar." "Itu saya minta waktu sebentar itu untuk mengklarifikasi rumor yang beredar," ujar Fadli.

Fadli mengingatkan, pada Agustus 2015, ia pernah menyatakan, apabila pemerintah meminta maaf atas peristiwa 1965, maka ia menjadi orang pertama yang menginterupsi.

Ia menegaskan, peristiwa yang terjadi pada 1948 dan 1965 merupakan bentuk pemberontakan. Alasannya, PKI tidak mempunyai kontribusi apa pun terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia."(PKI) mereka katakan proklamasi yakni revolusi yang gagal sehingga mereka mau merebut pada 1948," jelasnya.

Fadli tidak setuju jika ada upaya hukum dan rekonsiliasi terhadap PKI. Sebab, belum tentu upaya tersebut dapat menyelesaikan permasalahan. "Rekonsiliasi alamiah saja. Kenapa pemerintah mengungkit-ungkit? Nanti semua pemerintahan salah. Jadi tak mungkin minta maaf, secara sejarah sudah kongkret," kata Fadli.

Baginya, simposium nasional bertema "Membedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejahteraan" pada 18-19 April lalu yang diadakan pemerintah memuat unsur politik, bukan sejarah.

Kata dia, dalam berita yang dimuat Koran Rakyat yang terbit pada 1965 membuktikan sejumlah hal soal pemberontakan dan pembantaian yang dilakukan PKI. "Jadi tak perlu ada interupsi lagi pada sejarah," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement