Kamis 07 Apr 2016 18:56 WIB

DPR Diminta Panggil Kapolri Terkait Pelanggaran HAM Terduga Teroris

Rep: Lintar Satria/ Red: Ilham
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Nuansa Islam Mahasiswa Universitas Indonesia (Salam UI) menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88) terhadap terduga teroris. Mereka menuntut DPR RI memanggil Kapolri untuk memberikan klarifikasi terkait SOP (standard operating procedure) Densus 88.

Ketua Salam UI 19, Rangga Kusumo mengatakan, hak untuk tidak disiksa adalah hak kedua yang disebutkan setelah hak untuk hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.  

"Hal tersebut berarti bahwa dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan perang, sengketa senjata, maupun keadaan darurat, setiap orang memiliki hak untuk tidak disiksa oleh siapapun, baik negara, pemerintah, dan atau anggota masyarakat," katanya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (7/4).

Salam UI juga menuntut Kepala Densus 88, Kombes Eddy Hartono mundur sebagai bentuk tanggung jawab atas tindakan pelanggaran HAM oleh Densus 88.

DPR juga diminta untuk meninjau ulang pasal-pasal pada draft RUU Anti Terorisme yang bertentangan dengan kebebasan HAM dan meninjau ulang permohonan kenaikan anggaran Densus 88. "Baru-baru ini muncul kasus Alm. Siyono yang ditangkap pada Selasa, 8 Maret 2016 dan dikembalikan dalam keadaan sudah tidak bernyawa," katanya.

Sebelum Siyono, ada beberapa kasus serupa yang pernah terjadi. Rangga mengatakan, Muhammad Jibril, tersangka penyandang dana pengeboman Hotel JW-Marriot dan Ritz-Carlton dalam persidangannya mengaku disiksa pada empat hari pertama masa penahanan, dan ditelanjangi. (Dahnil Minta Kadiv Humas Polri Berhenti Bermain Isu)

Terdapat pula kesaksian keluarga tersangka Abdul Hamid yang hadir saat memberikan kesaksian atas kasus Abu Bakar Baasyir, bahwa tersangka Abdul Hamid menjadi lumpuh pada kedua kakinya dan babak belur setelah dipukuli oleh Densus 88 dalam masa penahanan.

"Dan kasus salah tangkap yang dilakukan oleh Densus 88 di Kabupaten Poso pada 20 Desember 2012 yang mengakibatkan para korban luka-luka akibat dipukuli hingga pingsan, disetrum, dan diseret di aspal," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement