Kamis 17 Mar 2016 18:07 WIB

Kekuasaan Kehakiman Dinilai Telah Diintervensi oleh Pemerintah

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Ilham
Hukum
Hukum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deponering yang diberikan Jaksa Agung kepada dua mantan pimpinan KPK, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW), menuai beragam komentar dari kalangan akademisi. Dosen hukum tata negara dari Universitas Pancasila, Muhammad Rulyandi menilai deponering tersebut tidak terlepas dari intervensi dari Presiden Joko Widodo.‬

‪"Mengapa saya bilang ada intervensi dari eksekutif terhadap kekuasaan kehakiman? Karena beberapa waktu lalu ada instruksi presiden kepada Jaksa Agung Prasetyo untuk menyelesaikan kasus (AS dan BW) ini di luar pengadilan," kata Rullyandi saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (17/3).‬

‪Ia berpendapat, dalam struktur organisasi pemerintah, Jaksa Agung memang berada di bawah presiden. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsi penuntutannya, Jaksa Agung tidak boleh diintervensi oleh kepala negara, karena fungsi tersebut sudah berada di bawah kekuasaan kehakiman atau yudikatif.

"Kekuasaan kehakiman seharusnya bebas dari campur tangan eksekutif," katanya.

Dijelaskannya, saat Jaksa Agung mendeponering kasus AS dan BW, proses hukum yang dijalani kedua eks petinggi KPK itu sedang berada dalam koordinasi antara penyidik dan jaksa penuntut umum. Yang menjadi persoalan, apakah proses hukum itu sudah berjalan sesuai KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) atau tidak.

Jika prosesnya sudah sesuai KUHAP, kata Rullyandi, maka deponering tidak tepat dilakukan karena dapat mengurangi kepastian hukum dan kewibawaan hukum. "Tambahan lagi, deponering tidak bisa digunakan Jaksa Agung tanpa adanya alasan-alasan yang bersifat urgen bagi ketatanegaraan," katanya.‬

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement