Senin 22 Feb 2016 20:52 WIB

KPK: Tak Ada Barter di Balik Penundaan Revisi UU KPK

Pimpinan KPK Agus Rahardjo (kanan), Laode Muhammad Syarif (kiri), Basaria Panjaitan (kedua kiri) dan Alexander Marwata (ketiga kiri) saling berjabatan tangan dengan personel grup band Slank sebelum Slank menggelar konser di halaman Gedung KPK, Jakarta, Sen
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Pimpinan KPK Agus Rahardjo (kanan), Laode Muhammad Syarif (kiri), Basaria Panjaitan (kedua kiri) dan Alexander Marwata (ketiga kiri) saling berjabatan tangan dengan personel grup band Slank sebelum Slank menggelar konser di halaman Gedung KPK, Jakarta, Sen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak ada barter dengan pemerintah dalam penundaan revisi Undang-Undang 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Yang jelas kami tidak bikin barter apa pun terkait dengan penundaan revisi ini karena Presiden mensupport (untuk menyidik) siapa pun kalau KPK punya bukti yang cukup, silakan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung baru KPK Jakarta, Senin (22/2).

Seperti diketahui Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR dalam rapat konsultasi di Istana Negara, Senin, sepakat untuk menunda revisi UU KPK. Namun, tidak akan menghapuskannya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 sampai dengan 2019.

Alex melanjutkan, kesepakatan itu diambil setelah pada Senin pagi pimpinan KPK juga menemui Presiden Jokowi untuk membatalkan revisi UU KPK tersebut.

"Kami hanya kasih masukan sesuai dengan kesepakatan kami terkait dengan penyadapan kan kami sudah 'prudent', penyadapan kami sudah dilakukan audit dan sudah sesuai dengan ketentuan UU KPK sendiri," katanya.

Lalu, masalah SP3 (surat perintah penghentian penyidikan), menurut dia, bisa dalam kondisi tertentu, seperti sakit berat dan meninggal, KPK bisa minta penetapan hakim atau pada saat penuntutan bisa dilimpahkan ke kejaksaan untuk mengeluarkan SP3.

"Jadi, masih ada cara untuk mengeluarkan SP3, tetapi tidak oleh KPK," ujarnya.

Alex menyebutkan masih ada sejumlah hal dalam UU KPK itu yang membutuhkan untuk revisi.

"Kami harus akui juga bahwa UU KPK yang lama sudah saatnya ada beberapa poin yang perlu direvisi, misalnya mengenai pengangkatan penyidik independen yang dipermasalahkan, ya, dipertegas saja menyatakan kalau KPK boleh mengangkat penyidik independen di luar penyidik Polri dan kejaksaan, di UU KPK kan belum bunyi itu," jelas Alex.

KPK berharap revisi UU KPK nantinya harus sesuai dengan harapan masyarakat. Ia pun tidak mengetahui sampai kapan revisi UU KPK akan ditunda, namun harapannya revisi itu ditunda jika indeks persepsi korupsi Indonesia sudah bagus.

"Nanti kalau indeks persepsi korupsi kita sudah bagus, meningkat, dan kita sudah sejajar dengan taruhlah standar kita Malaysia okelah kita bicara revisi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement