Senin 22 Feb 2016 17:52 WIB

Propaganda LGBT 'Menantang' Publik di Media Sosial

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Citra Listya Rini
Anggota dalam Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Interseks (LGBTI) menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (17/5).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Anggota dalam Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Interseks (LGBTI) menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Propaganda lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) mulai menyasar media sosial. Kelompok LGBT dinilai ‘menantang’ publik dan kelompok agama yang menganggap LGBT sebagai penyakit.

“Mereka merasa tidak sakit, kemudian ‘menantang’ publik untuk mengatakan LGBT tidak sakit dan mencoba kampanye menebar soal LGBT. Itu sikap berbahaya, apalagi menyasar ke media sosial dan segala macam,” kata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Republika.co.id, Senin (22/2).

Pemerintah adalah pihak yang mempunyai otoritas melindungi warga negaranya, bukan hanya warga negara yang memiliki orientasi seksual normal, tetapi juga para LGBT.

Pemerintah harus membantu mereka kembali ke fitrahnya. Ada usaha medis dan spiritual yang bisa dilakukan mereka. Hal tersebut, kata Dahnil, dalam melindungi hak hidup normal yang sesuai dengan fitrah ke seluruh warga.

“Supaya mereka yang mayoritas normal tidak menjadi LGBT karena ada kampanyenya. Jangan sampai menyebar ke Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya,” ujarnya.

Apalagi beberapa waktu ini, Facebook kerap menghapus postingan beberapa pengguna yang berisi konten menolak kampanye LGBT. Salah satunya, politikus muda Andi Sinulingga.

Pada Ahad (21/2) pukul 15.23 WIB adalah terakhir kalinya Andi menggunakan akun jejaring sosial yang dinilainya diskriminatif. Dalam postingan tersebut, Andi menyertainya dengan tulisan salah satu pendukung LGBT yang meminta pihak kontra-LGBT tidak perlu menggunakan Facebook, iPhone, Mac Pro, MacBook Air, sepatu bermerek Nike, dan menyeruput kopi di Starbucks. Pasalnya deretan perusahaan tersebut mendukung LGBT.

Menanggapi hal ini, Dahnil pun merasa lucu. “Mereka mengkampanyekan LGBT atas nama kebebasan, demokrasi, tapi di sisi lain mereka malah bersikap diskriminatif dan antikebebasan,” kata dia.

Sikap tersebut adalah sebuah paradoks dan ironi. “Wong kampanye LGBT atas nama kebebasan dan demokrasi tapi ini malah bersikap antidemokrasi,” ujar Dahnil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement