REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yeyen Sucipto menilai ada indikasi barter Undang-undang antara UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan UU Tax Amnesty atau pengampunan pajak bagi para pengemplang pajak.
Yeyen mencurigai wacana UU KPK dan UU Tax Amnesty yang hampir bersamaan. "Di satu sisi ada pelemahan terhadap KPK, di sisi lainnya ada juga pemberian pengampunan bagi pengusaha yang tidak bayar pajak dalam satu waktu yang hampir bersamaan," kata Yeyen saat diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/2).
Menurut Yeyen, RUU Pengampunan Pajak akan menjadi jalan untuk meloloskan revisi UU KPK. Sebab, menurut dia, banyak nilai positif bagi mereka yang berkepentingan saat revisi UU KPK disetujui oleh DPR. "Terlebih bagi para pengusaha yang tidak dapat membayar pajak," kata Yeyen.
Yeyen menambahkan, nantinya akan terjadi permainan jahat antara pengusaha, legislatif, dan eksekutif. Sementara KPK tidak akan dapat menangani hal tersebut karena adanya pembatasan kewenangan untuk tidak melakukan kriminalisasi terhadap investasi.
"Polanya nanti para investor akan menaruh proyek di sana-sini dan memainkan proyek karena tidak akan ada pengawasan KPK terhadap mereka lagi," katanya.
Selain itu, lanjut Yeyen, para pengemplang pajak akan merasa bebas dan mengulanginya lagi. Pasalnya, mereka hanya akan membayar denda sebanyak 5 persen, 8 persen, dan 10 persen tergantung dari denda mereka. "Seharusnya, denda pengemplang pajak mencapai 50 persen hingga 200 persen," katanya.