REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi penyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ihwal permintaan untuk menghentikan program dukungan LGBT di Indonesia.
"Kita apresiasi Pak JK yang katakan jika itu (dana UNDP) ada, itu tak boleh masuk Indonesia," kata Sekjen KPAI, Erlinda dalam diskusi di stasiun televisi swasta, Selasa (16/6).
Sebab, kata dia, jika memang UNDP ingin mengalirkan dana ke Indonesia, masih bisa menargetkan aspek penting seperti pendidikan, dan kesehatan. Erlinda mempertanyakan diskriminasi seperti apa yang selama ini disuarakan kaum LGBT. Hingga mereka menuntut HAM.
Justru, Erlinda menyebut, orang-orang yang benar-benar mengalami diskriminasi, seperti PSK, kelompok Gafatar dan Ahmadiyah. Sebab, mereka yang selama ini langsung mendapatkan laber dan cacian banyak orang.
Sementara LGBT, selama ini selalu diberikan tempat oleh masyarakat. "Kaum LGBT diberikan tempat, mereka yang menyatakan gay dan lesbi," katanya.
Ia menegaskan, yang ditentang KPAI bukan kaum LGBT, namun propaganda masif yang selama ini dilakukan. Saat ini, KPAI menunggu sikap tegas dari pemerintah terkait gerakan LGBT. Ia mempertanyakan, apakah Indonesia akan sama dengan negara yang akan melegalkan LGBT.
"Seperti apa sikap tegasnya. Ini bukan HAM tapi (persoalan) moral," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah mengungkapkan adanya tekanan dari lembaga-lembaga internasional terkait kampanye lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Diketahui pula, UNDP mengucurkan 8 juta dolar AS pada periode 2014-2017 untuk advokasi LGBT, termasuk di Indonesia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memanggil perwakilan UNDP di Indonesia soal dana untuk advokasi LGBT. Menurut dia, UNDP membantahnya dan mengaku tak tahu aliran dana untuk LGBT di Indonesia.
"Secara formal (UNDP) tidak (berikan dana). Mungkin diberikan oleh LSM," kata JK, di kantornya, kemarin.