Senin 15 Feb 2016 13:09 WIB

Pemerintah Akui Ada Tekanan Lembaga Internasional Terkait LGBT

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Indira Rezkisari
Anggota dalam Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Interseks (LGBTI) menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (17/5). Aksi ini dilakukan untuk memperingati Internasional Day Against Homophobia dan Transphobia.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Anggota dalam Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Interseks (LGBTI) menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (17/5). Aksi ini dilakukan untuk memperingati Internasional Day Against Homophobia dan Transphobia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengakui ada tekanan dari lembaga-lembaga internasional terkait kampanye Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT).

Menurut Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur, pemerintah tak setuju dengan cara-cara yang mendukung hubungan sesama jenis itu. Namun, ia tak merinci lembaga-lembaga internasional mana saja yang dimaksud.

"Memang tekanannya cukup besar untuk menyusupkan ide LGBT ke dalam implementasinya, bukan undang-undang," kata Pribudiarta Nur saat dihubungi, Senin (15/2).

Dia mencontohkan ketika pada 2015 lalu Kementerian PPPA menggalakkan upaya pencegahan perkawinan usia dini, khususnya pada perempuan di bawah usia 21 tahun. Salah satu lembaga internasional lantas mengajukan modul kepada Kementerian PPPA sebagai bentuk dukungan terhadap upaya tersebut. Namun, lanjut Pribudiarta, sebagian isi modul itu hanyalah kedok untuk kampanye pro-pernikahan sesama jenis.

"Kita baca di dalamnya ternyata ada LGBT, ada modus LGBT. Kami sampaikan, kita itu (terkait) LGBT belum bisa karena dua undang-undangnya masih berbunyi seperti itu," ujar dia.

"Ya kalau modulnya tujuannya pencegahan pernikahan anak, kami setuju. Tapi kalau di dalamnya disisipkan modul-modul LGBT, kami nggak setuju," sambung Pribudiarta menegaskan.

(baca: DPR Minta Dana LGBT dari UNDP Diselidiki)

Terkait dana kemitraan regional dari Badan PBB untuk pembangunan (UNDP), Pribudiarta mengaku tak tahu-menahu.

Diberitakan sebelumnya, UNDP siap menggelontorkan dana sebesar 8 juta dolar AS untuk mendukung komunitas LGBT di Asia, termasuk Indonesia. Dana ini merupakan kerja sama antara UNDP, Kedutaan Besar Swedia untuk Thailand, dan lembaga asal Amerika Serikat, USAID.

"Kami belum bisa mengonfirmasi itu anggaran UNDP untuk LGBT," jelas dia.

Dia mengakui sudah ada kajian mengenai LGBT. Kementerian PPPA, kata dia, melalui staf ahli bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI) telah melakukan kajian itu pada 2015 lalu.

Namun, kajian ini hanya mengumpulkan pendapat sejumlah kepala keluarga, tokoh agama, dan pelaku LGBT sendiri mengenai hubungan sesama jenis. Pendapat anak-anak yang diduga terdampak isu LGBT juga diperoleh.

Meskipun hasilnya bukan data kuantitatif, kata Pribudiarta, Kementerian PPPA mendapatkan cukup banyak perspektif mengenai LGBT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement