Pertama, soal perluasan definsi dari terorisme dan kekerasan. Dalam revisi UU Terorisme, di sana diperjelas apa itu terorisme dan bentuk kekerasan, seperti ancaman dan perbuatan yang merugikan negara.
Kedua, Luhut mengatakan, pada revisi UU Terorisme tersebut juga dijelaskan bahwa polisi sudah bisa menangkap orang yang terlibat dalam jaringan terorisme. Indikator orang tersebut bisa ditangkap apabila ia berkumpul dan melakukan pertemuan dengan membahas aksi-aksi teror dan menyerempet pada aksi radikalisme.
Ketiga, dari perkumpulan tersebut, polisi bisa menahan mereka dengan maksimal masa tahanan 30 hari. Selain itu, pada saat penuntutan, akan ditambah 120 hari masa penahanan sebelum perkaranya diputuskan.
Keempat, polisi juga bisa menahan mereka dengan berbekal minimal dua alat bukti. Jika sebelumnya alat bukti harus berupa aksi dan bentuk ancaman, saat ini jika para pelaku terduga teror melakukan komunikasi via surat elektronik dan alat elektronik lainnya bisa dijadikan alat bukti. Selain itu, analisis transaksi keuangan juga menjadi salah satu alat bukti.