Rabu 27 Jan 2016 08:55 WIB

'Amnesti untuk Minimalisasi Gerakan Separatis'

Seorang petugas membawa senjata milik kelompok Nurdin alias Din Minimi setelah diserahkan kepada pihak berwajib di Desa Ladang Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Selasa (29/12).
Foto: Antara/Yusri
Seorang petugas membawa senjata milik kelompok Nurdin alias Din Minimi setelah diserahkan kepada pihak berwajib di Desa Ladang Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Selasa (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Kajian Institut Demokrasi (Indemos) Ivano Mahendra mengatakan pemberian amnesti kepada para tokoh separatis sebagai kerangka rekonsiliasi agar semua golongan dapat dirangkul dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Pemberian amnesti merupakan salah satu kebijakan yang dapat diambil agar tujuan keutuhan Negara NKRI dapat tetap terlaksana tanpa adanya gerakan-gerakan separatis di beberapa daerah," katanya dalam seminar yang bertajuk Grasi, 'Amnesti Perspektif Rekonsiliasi Anak Bangsa' di Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan (Stebank) Islam di Jakarta, Selasa (26/1).

Namun katanya pemberian amnesti kepada gerakan separatis di dearah jangan sampai terkesan sangat mudah karena bisa berdampak gerakan separatis bukannya memudar justru meningkat karena orang akan dengan mudahnya melakukan gerakan separatis karena nanti tinggal diberi amnesti.

Dikatakannya kasus kelompok eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pimpinan Nurdin bin Ismail atau Din Minimi misalnya dalam pemberian amnesti perlu disikapi dengan bijak oleh pemerintah agar gerakan separatis bisa bergabung kembali kepangkuan ibu pertiwi.

"Proses hukum harus dilalui dengan benar agar pemberian amnesti ini bisa memperkuat NKRI," katanya.

Ivano mengatakan pada masa Presiden Soekarno amnesti diberikan dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari tokoh nasional, ini dilakukan agar stabilitas pemerintahan dapat berjalan dengan baik.

Sementara itu Ketua HMI Stebank Islam, Dani Ramdhani mengatakan aturan hukum mengenai grasi dan amnesti ada di UUD 1945 dan presiden memiliki kewenangan prerogratif untuk memberi grasi dan amnesti untuk hal tertentu, seperti kelangsungan pembangunan dan persatuan Indonesia.

"Amnesti dan grasi perlu dilakukan agar tujuan efek jera tercapai. Sebagai mahasiswa kita harus meneliti terlebih dahulu kasus amnesti dan grasi apakah sesuai dengan perkembangan atau tidak," katanya.

Untuk kasus Din Minimi pemberian amnesti atau grasi tepat diberikan karena mereka ingin kembali ke NKRI, dan turun gunung sehingga tidak mengganggu ketertiban umum di Aceh lagi.

"Rehabilitasi harus ada pertimbangan hukum, sementara amnesti dan grasi harus ada pertimbangan DPR. Intinya mahasiswa harus kritis bahwa pemberian amnesti dan grasi ada dalam undang-undang di Indonesia," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement