REPUBLIKA.CO.ID,MEDAN -- Pemerintah diharapkan dapat mengeluarkan akta kelahiran anak dari perkawinan siri karena hal ini merupakan pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi atas uji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Mahkamah Konstitusi (MK) juga memutuskan anak yang lahir di luar pernikahan tetap memiliki hubungan perdata dengan ayah kandung sepanjang dapat dibuktikan," kata dosen hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. Syafruddin Kalo di Medan, Sabtu (2/12).
Anak pernikahan siri tersebut, menurut dia, dapat menuntut hak perdata dari ayahnya. Hal ini sesuai dengan putusan MK itu.
"Jadi, pemerintah dapat menerbitkan akta kelahiran dan mencatat nama ayah dari anak hasil pernikahan siri tersebut," ujar Syafruddin.
Setelah keluarya putusan MA itu, menurut dia, tidak ada alasan anak yang dilahirkan dari perkawinan siri sulit mendapatkan akta kelahiran sebagai syarat kewarganegaraan di Republik Indonesia.
Selain itu, pemerintah harus dapat melaksanakan putusan MK yang membenarkan anak dari hasil perkawinan siri, dan diperbolehkan untuk memperoleh akta kelahiran.
"Hal ini merupakan implikasi atas putusan MK yang menyatakan ayah mempunyai tanggung jawab perdata terhadap anaknya meskipun anak tersebut di luar nikah," kata Guru Besar Fakultas Hukum USU ini.
Syafruddin juga menyarankan agar membuat peraturan pemerintah (PP) sebagai dasar hukum pelaksanaan peraturan bahwa anak hasil perkawinan siri itu bisa mendapat akta kelahiran.
Oleh karena itu, kata dia, saat ini anak-anak yang hasil perkawinan siri tidak perlu merasa cemas tidak mendapatkan akta kelahiran.
"Pemerintah diharapkan dapat merealisasikan putusan MK tentang pemberian akta kelahiran kepada anak hasil perkawinan siri itu," kata staf pengajar pada Fakultas Hukum USU itu.
Sebelumnya, perkawinan siri dinilai berdampak dan merugikan hak perdata anak yang dilahirkan dari proses perkawinan tersebut, kata Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.
"Perkawinan siri itu dapat berdampak terhadap pelanggaran pada anak, khususnya hak perdata anak," kata Arist di Jakarta.
Ia menjelaskan anak yang dilahirkan dari perkawinan siri sulit mendapatkan akta kelahiran sebagai syarat kewarganegaraan di Republik Indonesia karena perkawinan orang tuanya tidak terdaftar.