Rabu 23 Dec 2015 15:09 WIB

Rio Capella Mengaku ke Gatot Sebagai Calon Jaksa Agung

Gubernur nonaktif Sumatra Utara yang juga sebagai tersangka Gatot Pujo Nugroho melambaikan salam kepada wartawan sesaat tiba di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/12).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Gubernur nonaktif Sumatra Utara yang juga sebagai tersangka Gatot Pujo Nugroho melambaikan salam kepada wartawan sesaat tiba di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti, didakwa menyuap anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem Patrice Rio Capella sebesar Rp200 juta.

Saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (23/12), Jaksa KPK Surya Nelli menjelaskan kasus ini berawal pada 20 Maret 2015.

Saat itu Bendahara Umum Daerah (BUD) pemprov Sumut mendapat panggilan permintaan keterangan dari Kejaksaan Agung Tipikor dana Bansos, BDB, BOS dan tunggakkan DBH dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemprov Sumut yang mengarah pada keterlibatan Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut.

Gatot mendapat masukan dari Yulius Irawansyah alias Iwan yang merupakan advokat pada kantor OC Kaligis and Associates agar dibantu dengan pendekatan partai dengan cara islah.

"Karena permasalahan ini dipicu oleh ketidakharmonisan hubungan antara terdakwa I selaku Gubernur dengan Tengku Erry Nuradi selaku Wakil Gubernur yang berasal dari Partai Nasdem," kata jaksa Surya Nelli.

Selanjutnya Evi juga berkomunikasi dengan Fransisca Insani Rahesti alias Sisca yang merupakan staf magang pada kantor OC Kaligis sekaligus teman dari Rio Capella.

Sehingga pada April 2015 Rio Capella menemui Gatot, saat itu Gatot menceritakan masalah hukumnya di Kejaksaan Agung.  Pada pertemuan itu Rio bahkan mengaku sebagai calon Jaksa Agung yang menguatkan keyakinan Gatot bahwa Rio Capella bisa membantu permasalahannya.

Pada Mei 2015, Rio Capella meminta sejumlah uang kepada Gatot melalui Fransisca dengan menggunakan media whatsapp (WA). Permintaan uang itu disampaikan kepada Yulius Irawansyah, kemudian disampaikan ke Evy sebagai terdakwa II. Selanjutnya Evy meneruskan permintaan uang ke Gatot.

Islah akhirnya terjadi pada 19 Mei 2015 di Kantor DPP Nasdem Gondangdia yang dihadiri oleh Gatot Pujo Nugroho dan Wagub Tengku Erry Nuradi, Ketua Umum Partai Nasdem dan Ketua Mahkamah Partai Nasdem Otto Cornelis Kaligis dan disepakati untuk memperbaiki hubungan dan komunikasi antara Gatot dan Tengku Erry Nuradi.

Pemberian uang kepada Rio disepakati pada 20 Mei 2015 di Cafe Hotel Kartika Chandra. Uang sejumlah Rp200 juta itu diserahkan Fransisca yang sebelumnya sudah menerima uang dari Evy.

Sebagai balasannya, pada 22 Mei 2015 pukul 16.30 WIB di Planet Hollywood Cafe Hotel Kartika Chandra, Rio bertemu dengan Evy Susanti dan Fransisca.

Pada pertemuan tersebut terdakwa menyampaikan bahwa sepulang umroh, terdakwa akan menjalin komunikasi dengan Kejaksaan Agung dan semenjak islah, semua pihak jadi cooling down.

Bahkan pada 23 Mei 2015, Evy menghubungi Fransisca terkait permintaan data dari Kejati Sumut kemudian Fransisca menghubungi Rio Capella yang sedang umroh.

Terdakwa melalui Fransisca meminta untuk tidak memenuhi permintaan Kejaksaan Tinggi tersebut dan menunggu Rio Capella sepulang umroh.

Namun pada 3 Juni 2014, sepulang umroh Rio Capella mendapat teguran dari Surya Paloh terkait pertemuan dengan Gatot dan Evy sehingga Rio melalui Fransisca meminta agar Gatot dan Evy menyatakan tidak pernah melakukan pertemuan dengan Rio Capella dan juga berusaha untuk mengembalikan uang Rp200 juta kepada Evy.

Setelah terjadi Operasi Tangkap Tangan terhadap anak buah OC Kaligis, Moh Yagari Bhastar Guntur pada Juli 2015, Patrice Rio Capella juga meminta Fransisca Insani Rahesti untuk mengakui bahwa uang dari Evy tersebut tidak pernah diterima Rio Capella.

Karena perbuatannya tersebut, Gatot dan Evy disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara paling singkat 1 tahun paling lama 5 dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Atas dakwaan tersebut, Gatot dan Evy tidak mengajukan nota keberatan (pledoi). Sidang dilanjutkan pada Rabu, 6 Januari 2015. Terkait perkara ini Rio Capella juga sudah divonis 1,5 tahun penjara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement