Jumat 18 Dec 2015 06:03 WIB

'Tidak Ada Kocok Ulang Pemilihan Ketua DPR'

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Winda Destiana Putri
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang penetapan Ketua DPR yang baru pascamundurnya Setya Novanto, masih ada perdebatan mengenai apakah mekanisme pemilihan ketua DPR ini akan menggunakan cara kocok ulang pimpinan, karena saat pemilihan menggunakan sistem satu paket.

Namun ada yang berpendapat bahwa penentuan ketua DPR tidak mesti dikocok ulang, atau hanya penggantinya otomatis menjadi hak Fraksi Golkar.

''Tidak ada istilah kocok ulang pimpinan. Dari mana isitlah kocok pimpinan itu,'' kata Anggota DPR Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi, kepada wartawan, kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/12).

Menurut anggota komisi III DPR tersebut, melihat hiruk-pikuk di republik ini sudah berlebihan, sulit untuk dibendung keputusan pengunduran diri Setya Novanto. Dirinya percaya, karena kelegowoan dan kematangannya, Novanto sendirilah yang harus melihat situasi itu untuk mengambil keputusan.

Politisi Golkar Mahyudin, mengatakan pihaknya akan kembali pada kepada mekanisme di dalam UU MD3. Sehingga ia berharap posisi ketua DPR menjadi hak partai Golkar. Di Gokar sendiri, kata dia, ada 90 anggota DPR, yang semuanya punya kualitas yang baik untuk memimpin DPR.

Terkait legalitas Gokar kubu mana yang memiliki keabsahan untuk mengajukan calon, apakah versi Munas Bali atau Munas Ancol, Mahyudin menjelaskan, semestinya yang paling bijak adalah putusan Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Munas Ancol, sehingga yang berhak adalah kepengurusan Munas Riau, yang Ketua Umumnya Aburizal Bakrie.

Walaupun ada PK, tapi PK itu tidak membatalkan kekuatan hukum. Artinya putusan MA itu sudah bisa dieksekusi karena itu membatalkan SK Menkumham yang mengesahkan kepengurusan munas Ancol. Kalau mau menyelesaikan ini, ada baiknya Ical membawa ke dalam rapat DPP versi munas Riau,'' ujar Mahyudin.

Meski demikian, kata dia, apapun yang terjadi semua pihak harus membelakangi ego pribadi, dan harus dikedepankan kepentingan partai Golkar. Golkar sudah begitu banyak mengalami masalah ditambah dengan status Setya Novanto, sehingga kalau tidak bisa diselesaikan secara dewasa Golkar bisa semakin ditinggalkan oleh pengikutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement