REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Setara Institute Hendardi, mengatakan, DPR bisa membentuk panel gabungan dalam memeriksa Ketua DPR Setya Novanto yang diduga melakukan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak Freeport Indonesia.
Hendardi menilai dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto masuk kategori pelanggaran etik berat dan bisa berdampak pada sanksi pemberhentian sebagai anggota DPR. "Pelanggaran itu juga berdimensi pidana penipuan dan pemerasan. Bahkan potensial juga mengarah pada tindak pidana gratifikasi-korupsi," kata dia.
Menurut Hendardi, untuk memeriksa pelanggaran dengan kategori berat ini, Peraturan DPR RI No 1/2014 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat mengharuskan pembentukan panel gabungan yang terdiri dari tiga orang anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan empat orang unsur eksternal DPR yang kredibel.
Ketentuan waktu pembentukan panel juga diatur secara limitatif pembentukan panel paling lama 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang bersifat berat terhadap anggota.
Mengacu pada mandat legal sebagaimana dituangkan dalam Tata Tertib DPR itu, kata Hendardi, sudah semestinya setelah MKD memutuskan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto dan akan memeriksanya secara terbuka, makA MKD DPR RI segera membentuk panel dan merekrut empat anggota masyarakat secara terbuka pula.
"Tokoh-tokoh yang berintegritas dapat direkrut untuk menyelamatkan kredibilitas dan integritas DPR," ujarnya.