Kamis 05 Nov 2015 15:41 WIB
SE Ujaran Kebencian

Pengamat: Pemerintah Jangan 'Sensi' pada Kritik

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Bayu Hermawan
Surat Edaran Kapolri soal Ujaran Kebencian.
Foto: Ist
Surat Edaran Kapolri soal Ujaran Kebencian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Indonesia, Agung Suprio khawatir Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) bisa membuat masyarakat takut dalam mengekspresikan diri.

"Jangan sampai hanya karena membuat meme soal DPR atau pemerintah, warga ditangkap dengan menggunakan dasar SE Ujaran Kebencian. Di Amerika Serikat meme-meme yang dibuat oleh masyarakat jauh lebih dahsyat daripada di Indonesia, kritik mereka begitu kuat," katanya, Kamis, (5/11).

Agung menilai, mengkritik dan menyuarakan pendapat merupakan bagian dari demokrasi. Seharusnya kebebasan berekspresi ini dilindungi bukan malah dibungkam.

"Kalau  DPR ingin mengambil simpati publik sebaiknya DPR meminta Kapolri dan Presiden Jokowi untuk mencabut SE Ujaran Kebencian. Masyarakat pasti akan bersimpati kalau SE tersebut dicabut karena bersifat represif," jelasnya.

DPR dan  pemerintah tak boleh rentan terhadap kritik. Mereka tak boleh sensitif terhadap kritik sebab mereka dibayar oleh rakyat.

"Kekuasaan sesunguhnya itu ada di tangan rakyat. Baik DPR, Presiden, Kapolri dibayar rakyat  lewat pajak. Jadi janganlah mereka sensi pada kritik yang dilontarkan oleh rakyat," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement